Oleh : Subagio,M.Pd.
Secara umum indikator mutu terwujud dalam kemampuan kecakapan hidup (life skills). Life skills itu mencakup empat aspek, yakni kecakapan social (social skills), kecakapan akademik (academic skills), kecakapan personal (personal skills), dan kecakapan vokasional (vocational skills). Kecakapan social antara lain mencakup nilai-nilai sikap sopan santun, keterampilan berkomunikasi, tenggang rasa, kerjasama, kerja keras, sportivitas, disiplin, menghargai orang lain, dan lain-lain. Kecakapan akademik terkait dengan hal-hal yang bersifat kemampuan pemahaman pengetahuan (knowledge). Kecakapan personal berhubungan dengan kemampuan memahami dirinya, antara lain bakatnya, minatnya, kekurangan dan kelebihannya, idealismenya, dan sebagainya. Sementara kecakapan vokasional terkait dengan keterampilan dasar yang dimiliki anak untuk memasuki dunia kerja.
Jika materi kecakapan akademik dan kecakapan vokasional diberikan dalam bentuk mata pelajaran, maka nilai-nilai yang terkandung dalam materi kecakapan personal dan kecakapan social diintegrasikan dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari dan dalam kegiatan ekstrakurikuler (pramuka,kegiatan olah raga, dan lain-lain)
Dalam konteks yang lebih luas, indicator mutu pendidikan SMP sejalan dengan pandangan terkini tentang keberhasilan seseorang dalam mengarungi kehidupan, yang tidak hanya ditentukan oleh aspek-aspek yang bersifat akademik, tetapi terutama dipengaruhi oleh aspek-aspek yang terkait dengan kemampuan personal dan social. Dengan kata laun, indicator mutu SMP pada era yang akan dating sejalan dengan teori kecerdaan ganda (multiple inteligence) yang dikemukakan oleh Howard Gardner.
Dalam bukunya berjudul Multiple Intelligence The Theory and Practice (1993), Gardner menyatakan bahwa kecerdasan manusia tidak bersifat tunggal, tetapi majemuk. Kecerdasan matematika (logical) yang dulu diangap mewakili kecerdasan seseorang secara keseluruhan, sebenarnya hanya merupakan salah satu dari delapan jenis kecerdasan. Adapun delapan jenis kecerdasan manusia itu adalah : kecerdasan bahasa (verbal/linguistic), kecerdasan matematika logika (logical/mathematical), kecerdasan musical (musical/rhytmic), kecerdasan visual-spasial (visual/spatial), kecerdasan kinestetik (bodily-kinesthetic), kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis (naturalistic).
Pendidikan SMP tidak hanya mengasah kemampuan otak kiri anak saja yang terkait dengan kemampuan akademiknya, tetapi juga mengembangkan otak kanannya yang terkait dengan emosi, kreativitas, seni, dan kemampuan-kemampuan lain yang berhubungan dengan kecakapan social. Hanya saja di SMP yang diutamakan adalah kecakapan akademik, kecakapan personal, dan kecakapan social, karena untuk menyiapkan anak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Terutama di SMP yang termasuk dalam program RSBI, kecakapan-kecakapan tersebut sangat ditekankan, sementara kecakapan vokasional hamper tidak ada, karena anak-anak setelah lulus dipastikan melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya. Sementara kecakapan vokasional ditekankan kepada anak-anak SMP yang setelah llus diperkirakan tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya, misalnya SMP terbuka. Selain itu diberikan kepada SMP-SMP yang cukup banyak lulusannya yang tidak melanjutkan ke SMA, misalnya di atas 40%. Itu menjadi sasaran kita untuk memprioritaskan vocational skills
Untuk mengukur indicator mutu tersebut ada yang gampang dan ada yang susah. Kecakapan akademik, misalnya, lebih gampang diukur melalui ujian hasil belajar maupu ujian nasional. Kecakapan vokasional juga mudah diukur melalu tes keterampilan. Namun untuk kecakapan personal dan sosial, mengukurnya tidak gampang karena bersifat relativ. Ukuran-ukuran norma yang berlaku di Suku Jawa, mungkin berbeda dengan yang berlaku di daerah lain.
Sebagai contoh, kalau dalam tradisi budaya Jawa, seseorang yang memberikan sesuatu dengan tangan kiri dianggap tidak sopan. Padahal di daerah lain bisa dinilai sebagai hal yang biasa. Oleh karena itu, ukuran-ukuran ini sekarang harus kita rumuskan, dan berlaku secara normativ. Kita dapat membuat pedoman pengukuran kecakapan sosial yang bersifat generik, yang bisa dipakai oleh berbagai suku bangsa di Indonesia maupun berbagai pemeluk agama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar