Minggu, 06 Februari 2011

CIRI CIRI SEKOLAH BERMUTU

Oleh : Subagio,M.Pd.

Memasuki awal tahun pelajaran baru para orang tua sering bingung memikirkan kelanjutan pendidikan putera-puteri mereka., walaupun belum mengetahui apa yang sebenarnya yang ada dan akan terjadi. Ada juga orang tua yang sering mengklarifikasi eksistensi sekolah dan kemajuannya sehingga melihat prospek sekolah sebagai wacana utama sebelum menjatuhkan pilihan.

Orang arif menasehati, kalau mau berguru ilmu silat datanglah kepada pendekar ulung yang terkenal. Kalau mau belajar agama, datanglah kepada kyai yang tersohor. Kalau mau kuliah, datanglah ke kampus yang di dalamnya bertebaran guru besar. Dan kalau mau sekolah masuklah ke sekolah yang bermutu.

Animo yang berkembang di masyarakat mengindikasikan adanya kecenderungan orang tua untuk memasukkan anak-anaknya ke sekolah yang bermutu sebagai upaya untuk membangun masa depan anak yang prospektif. Berbagai upaya mereka lakukan agar harapan tersebut bisa terealisasi bahkan sejumlah biaya mereka siapkan manakala mereka harus memenuhi persyaratan finansial.

Profil sekolah yang bagaimanakah yang mendapat trust (kepercayaan) dan mendapat label sekolah bermutu? Untuk menjawab pertanyaan ini penjabarannya cukup kompleks. Di satu sisi ada sejumlah sekolah yang sudah memiliki label paten sebagai sekolah bermutu sehingga upaya untuk membangun animo masyarakat relatif tidak sulit. Namun di sisi lain bagi institusi sekolah yang sementara masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat, terkesan sangat rumit untuk bisa mendapatkan predikat sebagai sekolah bermutu.

Secara sederhana untuk memberi label apakah suatu sekolah dikatakan bermutu atau tidak sebenarnya dapat dilihat dari internal branding yang mereka miliki. Internal branding adalah label yang dimiliki oleh sebuah institusi, organisasi, instansi, atau perusahaan terhadap prestasi yang dimiliki. Internal branding lebih diketahui oleh intern rumah tangga. Terkait dengan mutu maka hanya orang-orang dalam yang lebih tahu banyak dibanding dengan outsider (orang luar) dalam hal ini masyarakat.
Ujung tombak dari ketercapaian internal branding oleh suatu sekolah menuju sekolah yang bermutu terletak pada sejauh mana pemberdayaan guru, sejauh mana guru termotivasi untuk semangat mengabdi, merasa nyaman di dalam lingkungan kerjanya, demikian pula seberapa besar pengakuan atas guru sebagai pribadi yang memiliki kemampuan yang luar biasa. Semua ini dapat dicapai melalui pendekatan yang lebih “manusiawi” (Agung Praptapa 2009). Hal ini juga berlaku untuk siswa dan karyawan.

Sekolah bermutu adalah sekolah yang mampu mewujudkan siswa-siswa yang bermutu, yang sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu manusia yang cerdas, trampil, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan memiliki kepribadian. Target tersebut dapat dicapai oleh sekolah mana saja. Bisa yang berada di kota maupun yang berada di daerah pinggiran.

Sejauh mana pembenahan dan sistem pengendalian ke dalam yang dilakukan oleh sekolah sangat menentukan pencapaian target yang dimaksud. Prioritas utama yang sebaiknya dituju dalam sistem pengendalian adalah faktor manusia secara kelembagaan, dalam hal ini tenaga pendidik (guru) dan tenaga kependidikan (karyawan). Karena bagaimanapun juga tanpa adanya manusia yang andal akan disangsikan tingkat pencapaian keberhasilannya.

Teraktualisasinya sebuah sistem kerja yang profesional akan sangat menentukan arah yang jelas menuju sekolah yang bermutu. Ketika optimalisasi terhadap sumber daya yang dimiliki oleh suatu sekolah diberdayakan maka bukan sesuatu yang mustahil sekolah tersebut bisa memiliki internal branding yang valuable (bernilai). Adapun sumber daya yang paling utama untuk diberdayakan adalah sumber daya manusia (SDM) : guru, karyawan, dan siswa. Kaitannya dengan pemberdayaan SDM seyogyanya harus diperhatikan segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat-sifat manusia, faktor kejiwaan, kepuasan kerja, kenyamanan kerja, motivasi, inovasi, kreatifitas, loyalitas, kestabilan jiwa, cooperative, reward, punishment, dan optimisme. Optimisme yang dimaksud adalah kesadaran bahwa setiap individu yang berada di dalam sekolah masing-masing memiliki potensi diri yang luar biasa. Setiap guru adalah luar biasa. Setiap karyawan adalah luar biasa. Demikian pula siswa sesungguhnya tidak ada yang bodoh. Tinggi rendahnya achievement (prestasi) yang diraih oleh siswa dikarenakan adanya perbedaan konsep diri (Adi W Gunawan : 2007). Anak yang prestasinya baik sangat dimungkinkan karena dia sudah menemukan konsep dirinya ; sudah bisa menganggap penting semua pelajaran, sudah bisa menikmati nyamannya belajar, dan sudah bisa mengatur waktu belajar dengan baik.

Merujuk pada pemikiran Edward Sallis, Sudarwan Danim (2006) mengidentifikasi ciri-ciri sekolah bermutu, yaitu: (1).Sekolah berfokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal. (2). Sekolah berfokus pada upaya untuk mencegah masalah yang muncul , dengan komitmen untuk bekerja secara benar dari awal. (3). Sekolah memiliki investasi pada sumber daya manusianya, sehingga terhindar dari berbagai "kerusakan psikologis" yang sangat sulit memperbaikinya. (4). Sekolah memiliki strategi untuk mencapai kualitas, baik di tingkat pimpinan, tenaga akademik, maupun tenaga administratif. (5). Sekolah mengelola atau memperlakukan keluhan sebagai umpan batik untuk mencapai kualitas dan memposisikan kesalahan sebagai instrumen untuk berbuat benar pada masa berikutnya (6). Sekolah memiliki kebijakan dalam perencanaan untuk mencapai kualitas, baik untuk jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. (7). Sekolah mengupayakan proses perbaikan dengan melibatkan semua orang sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya. (8). Sekolah mendorong orang dipandang memiliki kreativitas, mampu menciptakan kualitas dan merangsang yang lainnya agar dapat bekerja secara berkualitas. (9). Sekolah memperjelas peran dan tanggung jawab setiap orang, termasuk kejelasan arah kerja secara vertikal dan horizontal. (10). Sekolah memiliki strategi dan kriteria evaluasi yang jelas. (11).Sekolah memandang atau menempatkan kualitas yang telah dicapai sebagai jalan untuk memperbaiki kualitas layanan lebih lanjut. (12). Sekolah memandang kualitas sebagai bagian integral dari budaya kerja. (13). Sekolah menempatkan peningkatan kualitas secara terus menerus sebagai suatu keharusan

Jumat, 04 Februari 2011

PENGARUH KINERJA GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA

Oleh : Subagio,M.Pd

Pada dasarnya terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan, antara lain: guru, siswa, sarana dan prasarana, lingkungan pendidikan, kurikulum. Dari beberapa faktor tersebut, guru dalam kegiatan proses pembelajaran di sekolah menempati kedudukan yang sangat penting dan tanpa mengabaikan faktor penunjang yang lain, guru sebagai subyek pendidikan sangat menentukan keberhasilan pendidikan itu sendiri. Studi yang dilakukan Heyneman & Loxley pada tahun 1983 di 29 negara menemukan bahwa di antara berbagai masukan (input) yang menentukan mutu pendidikan (yang ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa) sepertiganya ditentukan oleh guru. Peranan guru makin penting lagi di tengah keterbatasan sarana dan prasarana sebagaimana dialami oleh negara-negara sedang berkembang. Lengkapnya hasil studi itu adalah : di 16 negara sedang berkembang, guru memberi kontribusi terhadap prestasi belajar sebesar 34%, sedangkan manajemen 22%, waktu belajar 18% dan sarana fisik 26%. Di 13 negara industri, kontribusi guru adalah 36%, manajemen 23%, waktu belajar 22% dan sarana fisik 19% (Dedi Supriadi, 1999: 178). Hasil pe nelitian yang dilakukan oleh Nana Sudjana (2002: 42) menunjukkan bahwa 76,6% hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kinerja guru, dengan rincian: kemampuan guru mengajar memberikan sumbangan 32,43%, penguasaan materi pelajaran memberikan sumbangan 32,38% dan sikap guru terhadap mata pelajaran memberikan sumbangan 8,60%. Harus diakui bahwa guru merupakan faktor utama dalam proses pendidikan.

Meskipun fasilitas pendidikannya lengkap dan canggih, namun bila tidak ditunjang oleh keberadaan guru yang berkualitas, maka mustahil akan menimbulkan proses belajar dan pembelajaran yang maksimal (Neni Utami. 2003: 1). Guru sebagai pelaksana pendidikan nasional merupakan faktor kunci. Peningkatan prestasi belajar siswa akan dipengaruhi oleh kualitas proses pembelajaran di kelas. Oleh karena itu untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, proses pembelajaran di kelas harus berlangsung dengan baik, berdaya guna dan berhasil guna.

Sikap guru terhadap proses pembelajaran, akan mewarnai perilaku guru dalam melaksanakan tugas mengajar. Sedangkan mengajar merupakan tugas utama seorang guru yang wajib berdampak positif untuk dirinya dan siswa, baik guru berperan sebagai fasilitator, pembimbing maupun sebagai pencipta lingkungan belajar. Proses pembelajaran itu merupakan proses interaksi akademis antara guru dan siswa ditempat, pada waktu dengan isi yang diatur sedemikian rupa oleh sekolah dengan aspek-aspek pokok yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Kelancaran proses pendidikan dan pengajaran di sekolah banyak ditentukan oleh sikap dan perilaku guru dalam melaksanakan tugas mengajar. Persepsi guru terhadap kepemimpinan sekolah diperkirakan berpengaruh pula terhadap bagaimana perilaku kepala sekolah dalam memimpin guru-guru dan pegawai lainnya di sekolah, misalnya apakah guru merasa bahwa kepala sekolahnya dalam memberikan tugas-tugas tertentu kepadanya diikuti dengan arahan-arahan yang jelas dan konsisten; apakah guru-guru merasa bahwa kepala sekolahnya cukup memberikan bimbingan kepada guru-guru dalam melaksanakan tugas; apakah guru merasa bahwa kepala sekolahnya bertindak cukup baik dalam mengawasi guru-guru dalam bertugas.
Kondisi sebagaimana disebutkan di atas, memang memungkinkan menjadi bahan wacana sehubungan dengan adanya beberapa tipe kepemimpinan. Tipe-tipe kepemimpinan menurut Manley Jones seperti dikutif oleh Lindung Hutagalung terdiri atas tiga tipe kepemimpinan, yaitu : (1). Otokratik, pemimpin yang betindak keras, kekuasaan terpusat dan bawahan dianggap harus mengikuti kemauannya atau hanya sebagai pengikut yang melaksanakan apa yang diperintahkan. (2). Demokratik, yaitu pemimpin yang mengikut sertakan bawahan didalam pengambilan keputusan (terutama sebagai sumber informasi) dan kesepakatan merupakan dasar kepemimpinannya. (3). Lepas tangan (leisse fair), yaitu pemimpin yang menyerahkan hampir seluruh kepemimpinannya pada bawahannya. Di sini paling berperan adalah bawahan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas timbul pertanyaan, benarkah persepsi guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah mempunyai hubungan yang berarti dengan sikap guru pada proses pembelajaran. Para akhli pendidikan sepakat kepemimpinan kepala sekolah dalam mengarahkan, membimbing, memotivasi dan mengawasi berkorelasi positif terhadap guru-guru dalam bertugas.
Selain kepemimpinan kepala sekolah, aspek lain yang juga mungkin mempunyai hubungan yang berarti dengan sikap guru pada proses pembelajaran adalah persepsi guru terhadap kondisi lingkungan kerja ditempat ia bertugas. Lingkungan kerja mendapat pertimbangan karena antara guru dengan lingkungan kerja tempat bertugas terjadi saling pengaruh mempengaruhi.
Lingkungan kerja merupakan tempat dan unsur-unsur dinamis yang ada disekitar seseorang bekerja. Lingkungan kerja yang baik akan memberikan rangsangan kepada guru untuk dapat bekerja dengan nyaman dan baik. Demikian pula sebaliknya, bila lingkungan kerja kurang mendukung akan mempengaruhi optimalisasi kerja yang dilakukan.
Guru sebagai pendidik dalam melaksanakan tugas mengajar akan dipengaruhi oleh lingkungan kerja dimana guru mengajar. Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan, benarkah persepsi guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah guru terhadap lingkungan kerjanya mempunyai hubungan yang berarti dengan sikap guru pada proses pembelajaran.
Proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik apabila didukung oleh guru yang mempunyai kompetensi dan kinerja yang tinggi, karena guru merupakan ujung tombak dan pelaksana terdepan pendidikan anak-anak di sekolah (Depdikbud, 1991/1992), dan sebagai pengembang kurikulum. Guru yang mempunyai kinerja yang baik akan mampu menumbuhkan semangat dan motivasi belajar siswa yang lebih baik, yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.

Motivasi belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu motivasi intern (internal motivation ) dan motiva si ekstern ( external motivation ). Motivasi intern munculkarena adanya faktor dari dalam, ya itu karena adanya kebutuhan, sedangkan motivasi ektern muncul karena adanya faktor dari luar, terutama dari lingkungan. Dalam kegiatan pembelajaran faktor eksternal yang ma mpu mempengaruhi motivasi belajar siswa adalah kinerja guru.
Pembelajaran yang sering juga disebut dengan belajar mengajar, sebagai terjemahan dari istilah “instruction ” terdiri dari dua kata, belajar dan mengajar ( teaching and learning ). Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pa da diri seseorang. Hal ini sesuai dengan pe ndapat Ormrod (2003: 188) yang mengatakan bahwa “Le arning is a relatively permanent change in behavior dueto experience”. Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai akibat pengalaman. Pengalaman dalam kegiatan belajar dapat merupa kan sesuatu yang dialami sendiri maupun pengalaman orang lain. Dalam konteks program pelatihan ( training program ), Kirkpatrick (1988: 20) mendefinisikan belajar sebagai ” …..participants change attitudes, improve knowledge, and/or inc rease skill as a result of attending the program”. Inti pengertian be lajar dari dari dua pendapat tersebut adalah sama, yaitu adanya peruba han yang relatif permanen di dalam diri siswa. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, kecakapan dan kema mpuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu. Sama halnya dengan belajar, mengajarpun pada hakikatnya adalah suatu proses, yakni proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan kegiatan belajar. Nana Sudjana (2002 : 29) menyatakan bahwa mengajar adalah suatu proses mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan kegiatan belajar. Dalam proses pembelajaran, terdapat dua ke giatan yang terjadi dalam satu kesatuan waktu dengan pelaku yang berbeda. Pela ku belajar adalah siswa sedangkan pelaku pengajar (pembelajar) adalah guru. Kegiatan siswa dan kegiatan guru berlangsung dalam proses yang berka itan untuk mencapai tujuan instruksional tertentu. Jadi, dalam proses pembelajaran terjadi hubungan yang interaktif antara guru dengan siswa dalam ikatan tujuan instruksiona l. Karena pelaku dalam proses pembelajaran adalah guru dengan siswa, keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari faktor guru dan siswa. Menurut Cruickshank (1990: 10 - 11), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi empat variabel, yaitu : (a). Variabel Guru : Faktor dari variabel guru yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa meliputi tingkat pendidikan, kemampuan mengajar, IQ, dan motivasi. (b). Variabel Konteks : Faktor variabel konteks dibedakan menjadi tiga, yaitu: a) variabel siswa, yang meliputi: kemampuan, pengetahua n dan sikap yang telah ada pada diri siswa; b) va riabel sekola h, meliputi: iklim, keramaian (kebisingan), ukuran sekolah dan komposisi etnik, c) variabe l konteks kelas, meliputi: ukuran kelas, buku-buku yang tersedia dan lingkungan fisik kelas (suhu, cahaya, ukuran ruang, kebisingan) (c). Variabel Proses : Faktor variabel proses pembelajaran yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa dibedakan menjadi dua, yaitu: a) kinerja guru dalam kelas, yang meliputi: kejelasan dalam menyampaikan pelajaran, semangat dalam mengajar, sikap yang me nyenangkan, dan variasi dalam menggunakan strategi mengaja r, b) perilaku siswa dalam kegiatan pembelajaran, yang dapat dibedakan menjadi sikap dan motivasi belajar siswa. (d). Variabel Produk : Variabel produk dibedakan antara hasil jangka pendek (segera) seperti sikap terhadap mata pelajaran dan perkembangan dalam kecakapan serta hasil jangka panjang seperti kecakapan profesioanal atau kecakapan dalam bidang kerja tertentu.

Berda sarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa adalah faktor proses pembelajaran. Dari faktor proses pembelajaran meliputi kinerja guru, sikap dan motivasi belajar siswa. Guru yang me mpunyai kinerja yang baik akan mampu menumbuhkan sikap positif dan meningkatkan motivasi belajar bagi para siswanya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah variabel guru. Guru mempunyai pengaruh yang cukup dominan terhadap kualitas pembelajara n, karena gurulah yang bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran di kelas, bahkan sebagai penyelenggara pendidikan di sekolah. Menurut Dedi Supriadi (1999: 178), di antara berbagai masukan (input ) ya ng menentuka n mutu pendidikan (yang ditunjukkan oleh presta si belajar siswa) sepertiganya ditentukan oleh guru. Faktor guru yang paling dominan mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah kinerja guru. Menurut Cruickshank, kinerja guru yang mempunyai pengaruh secara langsung terhadap proses pembelajaran adalah kinerja guru dalam kelas atau teacher classrroom performance (Cruickshank, 1990: 5).

Berdasarkan pendapat tersebut di atas diketahui bahwa kinerja guru merupakan faktor yang dominan dalam menentukan kualitas pembelajaran. Artinya kalau guru yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran mempunyai kinerja yang bagus, akan mampu meningkatkan sikap dan motivasi belajar siswa yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pembelajaran, begitu juga sebaliknya. Kinerja guru yang berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa adalah kinerja guru dalam kelas.

Meningkatnya kualitas pembelajaran, akan mampu meningka tkan hasil belajar siswa.
Hal ini dapat dipahami karena guru yang mempunyai kinerja bagus dalam kelas akan mampu menjelaskan pelajaran dengan baik, mampu menumbuhkan motivasi belajar siswa dengan baik, mampu menggunakan media pembelajaran dengan baik, mampu membimbing dan menga rahkan siswa dalam pembelajaran sehingga siswa akan memiliki semangat dalam belajar, senang dengan kegiatan pembelajaran yang diikuti, dan merasa mudah memahami materi yang disajikan oleh guru.
Istilah kinerja dimaksudkan sebagai terjemahan dari istilah “performance”.
Menurut Kane (1986:237), kinerja bukan merupakan karakteristik seseorang, sepe rti bakat atau kemampuan, tetapi merupakan perwujudan dari bakat atau kemampuan itu sendiri. Pendapat tersebut menunjukka n bahwa kinerja merupakan perwujudan da ri kemampuan dalam bentuk karya nyata.
Kinerja dalam kaitannya dengan jabatan diartikan sebagai hasil yang dicapai yang berkaitan dengan fungsi jabatan dalam periode waktu tertentu (Kane, 1986:237). Suryadi Prawirosentono (1999: 2) mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka upaya mencapai tujuan secara legal. Menurut Muhammad Arifin
(2004: 9), kinerja dipandang sebagai hasil perkalian antara kemampuan dan motivasi. Kemampuan menunjuk pada kecakapan seseorang dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu, sementara motivasi menunjuk pada keingingan (de sire) individu untuk menunjukkan perilaku dan ke sediaan berusaha. Orang akan mengerjakan tugas yang terbaik jika memiliki kemauan dan keinginan untuk melaksanakan tugas itu dengan baik.

Berdasarkan ungkapan tersebut di atas berarti kinerja guru (teacherperformance) berkaitan dengan kompe tensi guru, artinya untuk memiliki kinerja yang baik guru harus didukung de ngan kompetensi yang baik. Tanpa memiliki kompetensi yang baik seorang guru tidak akan mungkin dapat memiliki kinerja yang baik. Sebaliknya, seorang guru yang memiliki kompetensi yang baik belum tentu memiliki kinerja yang baik. Kinerja guru sama dengan kompetensi plus motiva si untuk menunaikan tugas dan motivasi untuk berkembang. Oleh karena itu, kinerja guru merupakan perwujudan kompetensi guru yang mencakup kemampuan dan motivasi untuk menyelesaikan tugas da n motivasi untuk berkembang. Sementara itu, ada pendapat lain yang mengata kan bahwa kinerja guru adalah kemampuan guru untuk mendemonstrasikan berbagai kecakapan dan kompetensi yang dimilikinya
(Depdiknas, 2004 : 11). Esensi dari kinerja guru tidak lain merupakan kemampuan guru dalam menunjukkan kecakapan atau kompetensi yang dimilikinya dalam dunia kerja yang sebenarnya. Dunia kerja guru yang sebenarnya adalah membelajarkan siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

Menurut pasal 28 ayat 3 PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan pasal 10 ayat 1 UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi guru terdiri dari: a) kompetensi pedagogik; b) kompetensi kepribadian; c) kompetensi profesional; dan, d) kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan menge lola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman peserta didik, perancangan dan pe laksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian adala h kemampuan ke pribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan be rakhlak mulia. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang diteta pkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Keempat kompetensi tersebut yang mempenga ruhi kinerja guru dalam kelas secara langsung adalah kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disusun rumusan kompetensi guru
SMP yang mempengaruhi kinerja guru dalam kelas. Rumusan tersebut difokuskan pada kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Ada pun rumusan kompetensi guru SMP yang mempengaruhi kinerja guru dalam kelas adalah:a.menguasai bidang studi atau bahan ajar,b.memahami kara kteristik peserta didik,c.menguasai pengelolaan pembelajaran,d.menguasai metode dan strategi pembelajaran,
e. menguasai penilaian hasil belajar siswa.

Motivasi belajar siswa memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap keberhasilan proses maupun hasil belaja r siswa. Salah satu indikator kualitas pembelajaran adalah adanya semangat maupun motivasi belajar dari para siswa. Ormrod menguraikan bagaimana pengaruh motivasi terhadap kegiatan belajar sebagai berikut. Motivation has several effect on students’ learning and behavior:It direc ts behavior toward particular goal.It leads to increased effort and energy.It increases initiation of, and persistence in activities.It enhances cognitive processing. It le ad to improved performance (Ormrod, 2003: 368 -369).

Motivasi memiliki pengaruh te rhadap perilaku belajar siswa, yaitu motivasi mendorong meningka tnya semangat dan ketekunan dalam belajar. Motivasi belajar memegang peranan yang penting dalam memberi gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar sehingga siswa yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energy yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar yang pada akhirnya akan mampu memperoleh prestasi yang lebih baik. Dala m pengertian umum, motivasi merupakan daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas guna mencapai tujuan tertentu. Woolfolk & Nicolich (1984: 270), menyatakan bahwa motivasi pada umumnya
didefinisika n sebagai sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan. McClelland dalam Teeva n dan Birney (1964: 98) me ngartikan motif sebagai suatu dorongan yang menggerakan, mengarahkan dan menentukan atau memilih perilaku. Pengertian tersebut memandang motif dan motivasi dalam pengertian yang sama karena definisinya mengandung pengertian sebagai konsep, sebagai pendorong serta menggambarkan tujuan dan perilaku. Manullang (1991: 34) menyatakan bahwa motif adalah suatu faktor internal yang menggugah, mengarahkan dan mengintegrasikan
tingkah laku seseorang yang didorong oleh kebutuhan, kemauan dan keinginan yang menyebabkan timbulnya suatu perasaan yang kuat untuk memenuhi kebutuhan.

Berdasa rkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motif merupakan suatu potensi yang ada pada individu yang sifatnya laten atau potensi yang terbentuk dari pengalaman, sedangkan motivasi adalah kondisi yang muncul dalam diri individu yang disebabkan oleh interaksi antara motif dengan kejadian- kejadian yang diamati oleh individu, sehingga mendorong mengaktifkan perilaku
menjadi tindakan nyata.

Kinerja guru dalam kelas merupakan faktor yang dominan dalam menentukan motivasi belajar siswa serta kualitas pembelajaran. Artinya kalau guru yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran mempunyai kinerja yang bagus, akan mampu meningkatkan kualitas pembe lajaran, begitu juga sebaliknya . Hal ini dapat dipahami karena guru yang mempunyai kinerja bagus dalam kelas akan mampu menjelaskan pelajaran dengan baik, mampu menumbuhkan motivasi belajar siswa dengan baik, mampu menggunakan media pembelajaran dengan baik, ma mpu membimbing dan mengarahka n siswa dalam pembelajaran sehingga siswa akan me miliki semangat dan motivasi dalam belajar, senang dengan kegiatan pembelajaran yang diikuti, dan merasa mudah memahami materi yang disajikan oleh guru.