Oleh : Subagio,M.Pd. *)
Diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 28 tahun 2010 tentang Penugasan Guru Menjadi Kepala Sekolah melengkapi peraturan sebelumnya yaitu UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 yang di antaranya mengatur bahwa penugasan menjadi kepala sekolah harus sesuai standar, karena kepala sekolah memegang peran penting, selain itu mutu pendidikan di sekolah bergantung pada kepala sekolahnya. Untuk itu, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan kepemimpinan standar sebagaimana diamanahkan dalam Permendiknas No. 13 tahun 2007.
Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah baik itu prestasi akademis dan non akademis, dibutuhkan kompetensi kepala sekolah yang sangat mumpuni. Dengan kompetensi tersebut apa yang dinginkan oleh masyarakat dan orangtua murid yakni tercapainya keberhasilan pendidikan di sekolah dapat terwujud, sehingga sekolah dengan apa yang dimiliki dapat berjalan dari berbagai bidang.
Kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan yang diperlihatkan seseorang ketika melakukan sesuatu. Memahami visi dan misi serta memiliki integritas yang baik saja belum cukup. Agar berhasil, kepala sekolah harus memiliki kompetensi yang disyaratkan untuk dapat mengemban tanggung jawabnya dengan baik dan benar. Apa saja kompetensi yang harus dimiliki kepala sekolah? Setidaknya ada kesepakatan bahwa kepala sekolah perlu memiliki sejumlah kompetensi berikut (diadaptasi dari CCSSO, 2002).(1) Memfasilitasi pengembangan, penyebarluasan, dan pelaksanaan visi pembelajaran yang dikomunikasikan dengan baik dan didukung oleh komunitas sekolah.(2) Membantu, membina, dan mempertahankan lingkungan sekolah dan program pengajaran yang kondusif bagi proses belajar peserta didik dan pertumbuhan profesional para guru dan staf.(3) Menjamin bahwa manajemen organisasi dan pengoperasian sumber daya sekolah digunakan untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, sehat, efisien, dan efektif. (4) Bekerja sama dengan orang tua murid dan anggota masyarakat, menanggapi kepentingan dan kebutuhan komunitas yang beragam, dan memobilisasi sumber daya masyarakat. (5) Memberi contoh (teladan) tindakan berintegritas.(6) Memahami, menanggapi, dan mempengaruhi lingkungan politik, sosial, ekonomi, dan budaya yang lebih luas.
Sebagai sebuah organisasi, sekolah merupakan lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang saling berkait dan menentukan, serta memiliki ciri tertentu yang tidak dimiliki organisasi lain. Berkembang tidaknya sekolah amat dipengaruhi oleh kepemimpinan dari kepala sekolah yang merupakan pejabat formal, manajer, pemimpin, pendidik, dan juga sebagai staf.
Sebagai pejabat formal, kepala sekolah diangkat melalui proses, prosedur, dan peraturan yang berlaku. Sebagai manajer, kepala sekolah merupakan seorang perencana, organisator, dan pengendali. Dalam hal ini kepala sekolah harus memerhatikan tiga hal, yaitu proses; pendayagunaan seluruh sumber organisasi; dan pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Sebagai pemimpin, kepala sekolah harus mampu mendorong timbulnya kemauan yang kuat dengan penuh semangat dan percaya diri para guru, staf dan siswa dalam melaksanakan tugas masing-masing. Juga memberikan bimbingan dan pengarahan para guru, staf dan para siswa serta memberikan dorongan memacu dan berdiri di depan demi kemajuan dan memberikan inspirasi sekolah dalam mencapai tujuan.
Tuntutan masyarakat untuk mendapat pendidikan yang baik, murah dan berkualitas adalah tantangan yang harus dijawab dengan arif, akurat, informatif dan aplikatif oleh kepala sekolah. Namun harus pula dipahami, dapatkah sekolah yang berkualitas terkelola dengan dana minim? Jika ada sekolah yang kekurangan dana tetapi berkualitas, sungguh luar biasa kinerja kepala sekolah beserta seluruh jajarannya.
Secara teoritis seorang kepala sekolah dituntut untuk profesional agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan maksimal. Setidaknya ada 8 ( delapan ) kompetensi yang harus dimiliki seorang kepala sekolah untuk bisa melaksanakan tugasnya dengan baik.
1. memiliki rasa tanggung jawab yang besar atas terlaksananya seluruh kegiatan yang mendukung tercapainya tujuan sekolah / pendidikan.
2. memiliki kemampuan untuk memotivasi orang untuk melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan ikhlas.
3. memiliki rasa percaya diri, keteladanan yang tinggi dan kewibawaan.
4. dapat menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat dan dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah.
5. mampu membimbing, mengawasi dan membina bawahan (guru) sehingga masing-masing guru memperoleh tugas yang sesuai dengan keahliannya.
6. berjiwa besar, memiliki sifat ingin tahu dan memiliki pola pikir berorientasi jauh ke depan.
7. berani dan mampu mengatasi kesulitan.
8. selalu melakukan inovasi di segala hal. menjadi tuntutan yang perlu dimiliki oleh seorang kepala sekolah.
Delapan kompetensi di atas merupakan syarat ideal kepala sekolah dalam membangun pendidikan ditengah-tengah tuntutan jaman dan tuntutan masyarakat. Jika 8 kompetensi ideal tadi belum bisa terpenuhi, maka ideal minimal seorang kepala sekolah adalah memiliki idealisme untuk memajukan sekolah, memajukan profesionalisme guru, memajukan kreatifitas siswa dan membangun soft skill komunitas sekolah yang dipimpinnya.
Siapapun kepala sekolah yang memimpin suatu sekolah apabila mampu melakukan fungsi komunikasi yang baik dengan semua pihak, maka penilaian yang umum diberikan oleh guru, siswa, staf dan masyarakat sudah cukup untuk menyatakan bahwa kepala sekolah tersebut adalah kepala sekolah yang ideal.
Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Kompetensi Kepala Sekolah, setiap kepala sekolah harus memenuhi lima aspek kompetensi, yaitu kepribadian, sosial, manajerial, supervisi, dan kewirausahaan. Banyaknya kepala sekolah yang kurang memenuhi standar kompetensi ini tak terlepas dari proses rekrutmen dan pengangkatan kepala sekolah yang berlaku saat ini. Di sejumlah negara, , untuk menjadi kepala sekolah, seseorang harus menjalani training dengan minimal waktu yang ditentukan. Sebagai contoh di Malaysia, menetapkan 300 jam pelatihan untuk menjadi kepala sekolah, Singapura dengan standar 16 bulan pelatihan, dan Amerika, yang menetapkan lembaga pelatihan untuk mengeluarkan surat izin atau surat keterangan kompetensi.
*) Penulis adalah Kepala SMPN 2 Cibeureum Kab. Kuningan
Sabtu, 18 Desember 2010
Rabu, 15 Desember 2010
MEMBANGUN SEKOLAH YANG BERKUALITAS
Oleh : Subagio,M.Pd.
(Kepala SMPN 2 Cibeureum)
Bukan semata sebuah keluhan, namun membangun sekolah yang berkualitas bukanlah pekerjaan ringan. Fenomena perwajahan pendidikan tanah air yang dihujani kritik serta protes bertubi-tubi dari tahun ke tahun menjadi petanda bahwa perjalanan untuk membangun sekolah yang berkualitas adalah sebuah perjalanan yang berat.
Semua elemen bangsa ini tentu saja menyepakati bahwa pendidikan kita memang pantas untuk ditingkatkan kualitasnya secara holistik. Gambaran kualitas secara hakekat tentu tidak hanya tercermin dari hasil Ujian Nasional (UN), jumlah siswa, infrastruktur pendidikan, sertifikasi guru, bahkan kemegahan gedung bangunan sekolah tersebut. Tetapi, kualitas lembaga pendidikan juga diukur dari bagaimana sekolah tersebut dikelola secara holistik
Dalam pengelolaan sekolah, kepala sekolah memegang peran yang dominan. Tanggung jawab yang berat ini menuntut adanya sinergitas multilini dengan jajarannya, serta dukungan komprehensif dari masyarakat, sehingga sebelum kegiatan belajar mengajar (KBM) untuk satu tahun pelajaran digelar seyogyanya perencanaan pembelajaran telah melewati perumusan yang matang, dimana dengan melibatkan tim pengembang kurikulum.
Sekarang ini, seiring dengan kemajuan dunia informasi dan teknologi masyarakat kita kian cerdas dalam menyikapi anggaran yang menjadi kebutuhan sekolah demi menciptakan sebuah pendidikan yang berkualitas untuk dinikmati putra-putrinya memang membutuhkan pengorbanan, baik moril, spiritual, maupun materiil.
Tanpa mengecilkan makna pendidikan gratis yang dihembuskan pemerintah pada tahapan inilah tujuan semua elemen bangsa ini untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas secara holistik adalah sebuah pekerjaan yang tidak ringan, serta tidak harus menjadi keluhan sebagaimana di awal tulisan ini.
Lima Kriteria Sekolah Berkualitas
Seperti telah sering kita baca dalam beberapa artikel di rubrik pendidikan terakhir, kondisi pendidikan atau situasi persekolahan saat ini mengalami banyak sekali tekanan dari berbagai pihak, baik secara internal maupun eksternal. Secara internal, sekolah belum memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi aspek-aspek yang menjadi kelemahan mendasar seperti efektivitas manajemen dan relasi sekolah-masyarakat. Sedangkan secara eksternal, meskipun telah memiliki Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam praktiknya masih terdapat kesalahan mendasar dalam menafsir masalah otonomi pendidikan, sistem pengujian hingga kebijakan pengembangan kurikulum yang selalu membuat pelaksana pendidikan bertambah bingung. Padahal menurut penelitian Elmore dan Fuhrman (2001), sebuah proses pendidikan akan baik dan berkualitas jika masalah yang berkaitan dengan tanggung jawab internal sekolah mendapatkan prioritas terlebih dahulu untuk diselesaikan.
Belakangan ini, sejalan dengan makin besarnya tantangan yang harus dihadapi lembaga pendidikan, muncul sejumlah usaha untuk memperbarui konsep atau gagasan tentang apa yang disebut sebagai sekolah berkualitas. Salah satu konsep terkemuka dalam hal ini adalah lima prinsip pendidikan yang ditawarkan Peter Senge dalam The School That’s Learn (2003). Dirumuskan dalam rangka mengimbangi arus globalisasi yang meluas di bidang pendidikan, lima prinsip pendidikan ini menekankan pentingnya melihat sekolah dan atau proses pembelajaran sebagai suatu institusi pendidikan semacam perusahaan yang memerlukan kerja kelompok dan menuntut keahlian tertentu.
Secara ringkas kelima disiplin kolektif tersebut sebagai berikut. Pertama, penguasaan diri (personal mastery), merupakan praktik mengartikulasikan gambaran koheren dari pandangan para pribadi yang terlibat dalam setiap sekolah, hasil yang paling ingin kita dapatkan dalam hidup, di samping pengamatan nyata dari kehidupan sehari-hari. Ketika terakumulasi, ini bisa menghasilkan keinginan alami yang dapat meningkatkan kapasitas dalam membuat pilihan-pilihan yang lebih baik dan menerima hasil lebih dari yang dipilih secara berkelompok. Setiap pengelola sekolah harus berlaku jujur dalam mengemukakan kelemahan dan kelebihan situasi terkini sekolahnya dan mendukung setiap aspirasi yang tumbuh dan berkembang dari anak didik. Kedua, keberanian setiap pengelola sekolah untuk berbagi pandangan (shared vision), sebuah disiplin kolektif yang menekankan perhatian pada tujuan bersama. Sekelompok orang dengan tujuan yang sama dapat belajar untuk mempertahankan komitmen dalam suatu kelompok atau organisasi dengan mengembangkan pandangan yang sama tentang masa depan yang ingin dicapai, prinsip-prinsip serta guiding practices yang mereka ciptakan bersama. Ketiga yang menjadi perhatian Peter Senge adalah pembentukan mental (mental models), sebuah disiplin yang ingin menekankan sikap pengembangan kepekaan dan persepsi, baik dalam diri sendiri atau orang sekitarnya. Bekerja dengan membentuk mental ini dapat membantu kita untuk lebih jelas dan jujur dalam memandang kenyataan terkini. Karena pembentukan mental dalam pendidikan sering kali tidak dapat didiskusikan, dan tersembunyi, maka kritik yang harus diperhatikan oleh sekolah yang belajar adalah bagaimana kita mampu mengembangkan kapasitas untuk berbicara secara produktif dan aman tentang hal-hal yang berbahaya dan tidak nyaman. Selain itu, pengelola sekolah juga harus senantiasa aktif memikirkan asumsi-asumsi tentang apa yang terjadi dalam kelas, tingkat perkembangan siswa, dan lingkungan rumah siswa. Keempat, bentuklah kelompok belajar (team learning), sebuah disiplin dalam interaksi kelompok. Melalui teknik-teknik seperti dialog dan skillful discussion, sekelompok kecil orang dapat mentransformasikan pikiran kolektif mereka, belajar memobilisasi energi dan kegiatan mereka untuk mencapai tujuan bersama dan mengembangkan kepandaian dan kemampuan mereka lebih besar ketimbang jika bakat anggota kelompok digabungkan. Kelompok belajar dapat dikembangkan dalam kelas, antara guru dan orang tua murid, antaranggota komunitas, dan dalam kelompok utama yang mengejar perubahan sukses dalam sekolah. Kelima adalah disiplin kolektif tentang sistem berpikir (systems thinking). Dalam disiplin ini kita belajar memahami ketergantungan dan perubahan, sehingga kita dapat menghadapi dengan lebih aktif tekanan yang membentuk konsekuensi dari sebuah tindakan. Peralatan dan teknik yang digunakan dalam melatih sistem berpikir ini seperti diagram stock and flow, dan berbagai simulasi yang membantu siswa untuk memahami lebih dalam dari apa yang dipelajari.
Dengan dasar kelima disiplin kolektif di atas, setiap sekolah berkesempatan melakukan sebuah ‘uji-coba’ terapan terhadap lima prinsip dasar di atas bagi sebuah pengembangan institusi pendidikan (sekolah) yang mengutamakan pengembangan dan penjaminan mutu (quality assurance).
Enam syarat sekolah berkualitas
Pernahkan Anda membayangkan, apakah didalam benak siswa benar-benar ingin berprestasi atau sebaliknya? Apakah mereka datang ke sekolah dengan rasa senang atau sebaliknya? Tentu tidak gampang menjawab pertanyaan tersebut dengan tepat. Tetapi mungkin ada cara untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan melihat indikator-indikatornya. Kecenderungan tidak berkembangnya prestasi siswa di sekolah kita sangat penting untuk dicari penyebabnya. Apakah tidak mungkin justru sekolah yang menjadi penyebab siswa kurang berprestasi karena ‘budaya’ sekolah yang tidak kondusif?
Sekolah yang berkualitas tidak lahir dengan sendirinya. Juga tidak lahir semata-mata karena fasilitas yang lengkap. Sekolah yang berkualitas harus dibentuk dan direncanakan dengan baik serta dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Komitmen warga sekolah, stake holder, adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari terlahirnya sebuah sekolah yang berkualitas.
Glasser, dalam bukunya yang kedua, The Quality School Teacher memberi pesan kepada kita bahwa sedikitnya ada enam syarat yang harus dipenuhi sebuah sekolah agar menjadi sekolah berkualitas. Keenam syarat tersebut adalah:
1. Harus ada lingkungan kelas yang hangat dan mendukung.
Tanpa adanya jalinan yang akrab antara semua warga sekolah (guru, siswa, staf, dan karyawan lain) tidak bias dihasilkan tugas-tugas sekolah yang berkualitas, dan lebih dari semua itu harus terbangun saling percaya/kepercayaan.
2. Siswa harus selalu diminta (hanya) untuk melakukan hal-hal yang berguna.
Tidak boleh ada siswa yang diminta untuk melakukan hal-hal yang tidak masuk akal, seperti mengingat atau menghafal (secara berlebihan). Apa pun yang mereka kerjakan, harus ada manfaatnya – secara praktis, estetis, intelektual, atau pun sosial.
3. Siswa selalu diminta untuk mengerjakannya sebaik mungkin sesuai dengan kemampuannya.
Ini berarti siswa harus diberi kesempatan yang memadai untuk dapat mengerjakan tugas-tugasnya agar pekerjaannya berkualitas. Mereka sebenarnya sudah biasa diberi tugas, tetapi bukan belajar, dan hampir tidak pernah berusaha melakukan pekerjaan yang berkualitas.
4. Siswa diajari dan diberi kesempatan mengevaluasi pekerjaan mereka sendiri, kemudian diminta untuk meningkatkannya.
Mengevaluasi sendiri adalah hal yang paling sulit diterapkan, tetapi penting dilakukan untuk mencapai perbaikan yang konstan dalam usaha siswa menghasilkan pekerjaan berkualitas.
5. Pekerjaan yang berkualitas selalu terasa menyenangkan.
Sungguh menyedihkan melihat sangat sedikit siswa yang merasa nyaman dalam pelajaran-pelajaran mereka sekarang. Bukan hanya sisw a yang merasa senang jika mereka berhasil mengerjakan sesuatu dengan berkualitas, guru dan orangtua pun merasa senang memerhatikan prose situ.
6. Pekerjaan berkualitas tidak pernah bersifat merusak.
Tidak berkualitas namanya, jika meraih perasaan senang dengan cara memakai obat adiktif atau merugikan orang lain, makhluk hidup, benda milik orang lain, atau lingkungan.
Menjadi Kepala Sekolah Berkualitas
Banyak kepala sekolah yang hanya sekadar kepala sekolah. Namun, banyak pula kepala sekolah yang sangat bagus. Bagaimanakah ciri kepala sekolah yang sangat bagus? Ciri-ciri kepala sekolah yang memiliki kemampuan dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen dengan sangat bagus sebagai berikut.
Dalam perencanaan meliputi (1) Kepala sekolah dapat menetapkan program-program sekolah, (2) Kepala sekolah dapat merumuskan kebijakan-kebijakan sekolah, (3) Kepala sekolah dapat menyusun program kerja sekolah, dan (4) Kepala sekolah dapat merumuskan langkah-langkah pelaksanaan program.
Dalam pengorganisasian meliputi (1) Kepala sekolah dapat menempatkan guru sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki dalam KBM, (2) Kepala sekolah dapat mengatur penggunaan sarana dan prasarana yang ada sesuai dengan kebutuhan siswa, guru dan personel lain sehingga terjalin kerjasama yang baik, (3) Kepala sekolah dapat memberikan solusi terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh guru dan personel sekolah lainnya, (4) Kepala sekolah dapat mengatur kerjasama dengan pihak atau instansi lain untuk menyukseskan program-program sekolah.
Dalam penggerakan meliputi (1) Kepala sekolah dapat memotivasi guru sehingga guru merasa mampu dan yakin untuk melaksanakan program- program sekolah, (2) Kepala sekolah dapat memimpin dan mengarahkan guru-guru dengan baik, (3) Kepala sekolah dapat mendorong guru-guru untuk mengembangkan profesionalisme sesuai dengan bidangnya, (4) Kepala sekolah dapat mendorong guru bekerja dengan tujuan untuk pencapaian prestasi.
Dalam pengendalian meliputi (1)Kepala sekolah dapat mengevaluasi pelaksanaan program-program sekolah seperti yang telah ditetapkan dalam tahap perencanaan, (2) Kepala sekolah dapat mengevaluasi kinerja guru dan personel sekolah lainnya, (3) Kepala sekolah dapat memberikan penguatan terhadap keberhasilan yang telah dicapai oleh guru, (4) Kepala sekolah dapat memperbaiki kesalahan/kelemahan yang telah dibuat oleh guru dan personel lainnya.
Kepala sekolah memiliki peranan yang sangat kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia di sekolah. Kepala sekolah dituntut mempunyai kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang memadai agar mampu mengambil inisiatif dan prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah. Manajemen sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan. Hal ini disebabkan karena manajemen sekolah secara langsung akan mempengaruhi dan menentukan efektif tidaknya kurikulum, berbagai peralatan belajar, waktu mengajar dan proses pembelajaran.
Sekolah efektif dalam perspektif manajemen, manajemen sekolah merupakan proses pemanfaatan seluruh sumber daya sekolah yang dilakukan melalui tindakan yang rasional dan sistematik (mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengerahan tindakan dan pengendalian) untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif dan efisien. Darling-Hammond, L (1992) menyatakan dimensi sekolah efektif meliputi : 1) layanan belajar bagi siswa, 2) pengelolaan dan layanan siswa, 3) sarana dan pra sarana sekolah, 4) program dan pembiayaan, 5) partisipasi masyarakat, dan 6) budaya sekolah.
Sekolah yang efektif berada dalam lapangan manajemen sekolah yang ciri/karakteristiknya menurut Edmonds (dalam Syafaruddin, 2002) meliputi (a) Kepala sekolah dan guru-guru memiliki komitmen dan perhatian yang tinggi terhadap perbaikan mutu pengajaran, (b) Guru-guru memiliki harapan yang tinggi untuk mendukung pencapaian prestasi siswa, (c) Iklim sekolah yang tidak kaku, sejuk tanpa tekanan dan kondusif dalam seluruh proses pengajaran, (d) Sekolah mempunyai pemahaman yang luas tentang fokus pengajaran dan mengusahakan keefektifan sekolah dengan mendayagunakan seluruh sumber daya sekolah untuk mencapai tujuan secara maksimal, (e) Sekolah efektif dapat menjamin kemajuan siswa yang dimonitor secara periodik.
(Kepala SMPN 2 Cibeureum)
Bukan semata sebuah keluhan, namun membangun sekolah yang berkualitas bukanlah pekerjaan ringan. Fenomena perwajahan pendidikan tanah air yang dihujani kritik serta protes bertubi-tubi dari tahun ke tahun menjadi petanda bahwa perjalanan untuk membangun sekolah yang berkualitas adalah sebuah perjalanan yang berat.
Semua elemen bangsa ini tentu saja menyepakati bahwa pendidikan kita memang pantas untuk ditingkatkan kualitasnya secara holistik. Gambaran kualitas secara hakekat tentu tidak hanya tercermin dari hasil Ujian Nasional (UN), jumlah siswa, infrastruktur pendidikan, sertifikasi guru, bahkan kemegahan gedung bangunan sekolah tersebut. Tetapi, kualitas lembaga pendidikan juga diukur dari bagaimana sekolah tersebut dikelola secara holistik
Dalam pengelolaan sekolah, kepala sekolah memegang peran yang dominan. Tanggung jawab yang berat ini menuntut adanya sinergitas multilini dengan jajarannya, serta dukungan komprehensif dari masyarakat, sehingga sebelum kegiatan belajar mengajar (KBM) untuk satu tahun pelajaran digelar seyogyanya perencanaan pembelajaran telah melewati perumusan yang matang, dimana dengan melibatkan tim pengembang kurikulum.
Sekarang ini, seiring dengan kemajuan dunia informasi dan teknologi masyarakat kita kian cerdas dalam menyikapi anggaran yang menjadi kebutuhan sekolah demi menciptakan sebuah pendidikan yang berkualitas untuk dinikmati putra-putrinya memang membutuhkan pengorbanan, baik moril, spiritual, maupun materiil.
Tanpa mengecilkan makna pendidikan gratis yang dihembuskan pemerintah pada tahapan inilah tujuan semua elemen bangsa ini untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas secara holistik adalah sebuah pekerjaan yang tidak ringan, serta tidak harus menjadi keluhan sebagaimana di awal tulisan ini.
Lima Kriteria Sekolah Berkualitas
Seperti telah sering kita baca dalam beberapa artikel di rubrik pendidikan terakhir, kondisi pendidikan atau situasi persekolahan saat ini mengalami banyak sekali tekanan dari berbagai pihak, baik secara internal maupun eksternal. Secara internal, sekolah belum memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi aspek-aspek yang menjadi kelemahan mendasar seperti efektivitas manajemen dan relasi sekolah-masyarakat. Sedangkan secara eksternal, meskipun telah memiliki Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam praktiknya masih terdapat kesalahan mendasar dalam menafsir masalah otonomi pendidikan, sistem pengujian hingga kebijakan pengembangan kurikulum yang selalu membuat pelaksana pendidikan bertambah bingung. Padahal menurut penelitian Elmore dan Fuhrman (2001), sebuah proses pendidikan akan baik dan berkualitas jika masalah yang berkaitan dengan tanggung jawab internal sekolah mendapatkan prioritas terlebih dahulu untuk diselesaikan.
Belakangan ini, sejalan dengan makin besarnya tantangan yang harus dihadapi lembaga pendidikan, muncul sejumlah usaha untuk memperbarui konsep atau gagasan tentang apa yang disebut sebagai sekolah berkualitas. Salah satu konsep terkemuka dalam hal ini adalah lima prinsip pendidikan yang ditawarkan Peter Senge dalam The School That’s Learn (2003). Dirumuskan dalam rangka mengimbangi arus globalisasi yang meluas di bidang pendidikan, lima prinsip pendidikan ini menekankan pentingnya melihat sekolah dan atau proses pembelajaran sebagai suatu institusi pendidikan semacam perusahaan yang memerlukan kerja kelompok dan menuntut keahlian tertentu.
Secara ringkas kelima disiplin kolektif tersebut sebagai berikut. Pertama, penguasaan diri (personal mastery), merupakan praktik mengartikulasikan gambaran koheren dari pandangan para pribadi yang terlibat dalam setiap sekolah, hasil yang paling ingin kita dapatkan dalam hidup, di samping pengamatan nyata dari kehidupan sehari-hari. Ketika terakumulasi, ini bisa menghasilkan keinginan alami yang dapat meningkatkan kapasitas dalam membuat pilihan-pilihan yang lebih baik dan menerima hasil lebih dari yang dipilih secara berkelompok. Setiap pengelola sekolah harus berlaku jujur dalam mengemukakan kelemahan dan kelebihan situasi terkini sekolahnya dan mendukung setiap aspirasi yang tumbuh dan berkembang dari anak didik. Kedua, keberanian setiap pengelola sekolah untuk berbagi pandangan (shared vision), sebuah disiplin kolektif yang menekankan perhatian pada tujuan bersama. Sekelompok orang dengan tujuan yang sama dapat belajar untuk mempertahankan komitmen dalam suatu kelompok atau organisasi dengan mengembangkan pandangan yang sama tentang masa depan yang ingin dicapai, prinsip-prinsip serta guiding practices yang mereka ciptakan bersama. Ketiga yang menjadi perhatian Peter Senge adalah pembentukan mental (mental models), sebuah disiplin yang ingin menekankan sikap pengembangan kepekaan dan persepsi, baik dalam diri sendiri atau orang sekitarnya. Bekerja dengan membentuk mental ini dapat membantu kita untuk lebih jelas dan jujur dalam memandang kenyataan terkini. Karena pembentukan mental dalam pendidikan sering kali tidak dapat didiskusikan, dan tersembunyi, maka kritik yang harus diperhatikan oleh sekolah yang belajar adalah bagaimana kita mampu mengembangkan kapasitas untuk berbicara secara produktif dan aman tentang hal-hal yang berbahaya dan tidak nyaman. Selain itu, pengelola sekolah juga harus senantiasa aktif memikirkan asumsi-asumsi tentang apa yang terjadi dalam kelas, tingkat perkembangan siswa, dan lingkungan rumah siswa. Keempat, bentuklah kelompok belajar (team learning), sebuah disiplin dalam interaksi kelompok. Melalui teknik-teknik seperti dialog dan skillful discussion, sekelompok kecil orang dapat mentransformasikan pikiran kolektif mereka, belajar memobilisasi energi dan kegiatan mereka untuk mencapai tujuan bersama dan mengembangkan kepandaian dan kemampuan mereka lebih besar ketimbang jika bakat anggota kelompok digabungkan. Kelompok belajar dapat dikembangkan dalam kelas, antara guru dan orang tua murid, antaranggota komunitas, dan dalam kelompok utama yang mengejar perubahan sukses dalam sekolah. Kelima adalah disiplin kolektif tentang sistem berpikir (systems thinking). Dalam disiplin ini kita belajar memahami ketergantungan dan perubahan, sehingga kita dapat menghadapi dengan lebih aktif tekanan yang membentuk konsekuensi dari sebuah tindakan. Peralatan dan teknik yang digunakan dalam melatih sistem berpikir ini seperti diagram stock and flow, dan berbagai simulasi yang membantu siswa untuk memahami lebih dalam dari apa yang dipelajari.
Dengan dasar kelima disiplin kolektif di atas, setiap sekolah berkesempatan melakukan sebuah ‘uji-coba’ terapan terhadap lima prinsip dasar di atas bagi sebuah pengembangan institusi pendidikan (sekolah) yang mengutamakan pengembangan dan penjaminan mutu (quality assurance).
Enam syarat sekolah berkualitas
Pernahkan Anda membayangkan, apakah didalam benak siswa benar-benar ingin berprestasi atau sebaliknya? Apakah mereka datang ke sekolah dengan rasa senang atau sebaliknya? Tentu tidak gampang menjawab pertanyaan tersebut dengan tepat. Tetapi mungkin ada cara untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan melihat indikator-indikatornya. Kecenderungan tidak berkembangnya prestasi siswa di sekolah kita sangat penting untuk dicari penyebabnya. Apakah tidak mungkin justru sekolah yang menjadi penyebab siswa kurang berprestasi karena ‘budaya’ sekolah yang tidak kondusif?
Sekolah yang berkualitas tidak lahir dengan sendirinya. Juga tidak lahir semata-mata karena fasilitas yang lengkap. Sekolah yang berkualitas harus dibentuk dan direncanakan dengan baik serta dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Komitmen warga sekolah, stake holder, adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari terlahirnya sebuah sekolah yang berkualitas.
Glasser, dalam bukunya yang kedua, The Quality School Teacher memberi pesan kepada kita bahwa sedikitnya ada enam syarat yang harus dipenuhi sebuah sekolah agar menjadi sekolah berkualitas. Keenam syarat tersebut adalah:
1. Harus ada lingkungan kelas yang hangat dan mendukung.
Tanpa adanya jalinan yang akrab antara semua warga sekolah (guru, siswa, staf, dan karyawan lain) tidak bias dihasilkan tugas-tugas sekolah yang berkualitas, dan lebih dari semua itu harus terbangun saling percaya/kepercayaan.
2. Siswa harus selalu diminta (hanya) untuk melakukan hal-hal yang berguna.
Tidak boleh ada siswa yang diminta untuk melakukan hal-hal yang tidak masuk akal, seperti mengingat atau menghafal (secara berlebihan). Apa pun yang mereka kerjakan, harus ada manfaatnya – secara praktis, estetis, intelektual, atau pun sosial.
3. Siswa selalu diminta untuk mengerjakannya sebaik mungkin sesuai dengan kemampuannya.
Ini berarti siswa harus diberi kesempatan yang memadai untuk dapat mengerjakan tugas-tugasnya agar pekerjaannya berkualitas. Mereka sebenarnya sudah biasa diberi tugas, tetapi bukan belajar, dan hampir tidak pernah berusaha melakukan pekerjaan yang berkualitas.
4. Siswa diajari dan diberi kesempatan mengevaluasi pekerjaan mereka sendiri, kemudian diminta untuk meningkatkannya.
Mengevaluasi sendiri adalah hal yang paling sulit diterapkan, tetapi penting dilakukan untuk mencapai perbaikan yang konstan dalam usaha siswa menghasilkan pekerjaan berkualitas.
5. Pekerjaan yang berkualitas selalu terasa menyenangkan.
Sungguh menyedihkan melihat sangat sedikit siswa yang merasa nyaman dalam pelajaran-pelajaran mereka sekarang. Bukan hanya sisw a yang merasa senang jika mereka berhasil mengerjakan sesuatu dengan berkualitas, guru dan orangtua pun merasa senang memerhatikan prose situ.
6. Pekerjaan berkualitas tidak pernah bersifat merusak.
Tidak berkualitas namanya, jika meraih perasaan senang dengan cara memakai obat adiktif atau merugikan orang lain, makhluk hidup, benda milik orang lain, atau lingkungan.
Menjadi Kepala Sekolah Berkualitas
Banyak kepala sekolah yang hanya sekadar kepala sekolah. Namun, banyak pula kepala sekolah yang sangat bagus. Bagaimanakah ciri kepala sekolah yang sangat bagus? Ciri-ciri kepala sekolah yang memiliki kemampuan dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen dengan sangat bagus sebagai berikut.
Dalam perencanaan meliputi (1) Kepala sekolah dapat menetapkan program-program sekolah, (2) Kepala sekolah dapat merumuskan kebijakan-kebijakan sekolah, (3) Kepala sekolah dapat menyusun program kerja sekolah, dan (4) Kepala sekolah dapat merumuskan langkah-langkah pelaksanaan program.
Dalam pengorganisasian meliputi (1) Kepala sekolah dapat menempatkan guru sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki dalam KBM, (2) Kepala sekolah dapat mengatur penggunaan sarana dan prasarana yang ada sesuai dengan kebutuhan siswa, guru dan personel lain sehingga terjalin kerjasama yang baik, (3) Kepala sekolah dapat memberikan solusi terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh guru dan personel sekolah lainnya, (4) Kepala sekolah dapat mengatur kerjasama dengan pihak atau instansi lain untuk menyukseskan program-program sekolah.
Dalam penggerakan meliputi (1) Kepala sekolah dapat memotivasi guru sehingga guru merasa mampu dan yakin untuk melaksanakan program- program sekolah, (2) Kepala sekolah dapat memimpin dan mengarahkan guru-guru dengan baik, (3) Kepala sekolah dapat mendorong guru-guru untuk mengembangkan profesionalisme sesuai dengan bidangnya, (4) Kepala sekolah dapat mendorong guru bekerja dengan tujuan untuk pencapaian prestasi.
Dalam pengendalian meliputi (1)Kepala sekolah dapat mengevaluasi pelaksanaan program-program sekolah seperti yang telah ditetapkan dalam tahap perencanaan, (2) Kepala sekolah dapat mengevaluasi kinerja guru dan personel sekolah lainnya, (3) Kepala sekolah dapat memberikan penguatan terhadap keberhasilan yang telah dicapai oleh guru, (4) Kepala sekolah dapat memperbaiki kesalahan/kelemahan yang telah dibuat oleh guru dan personel lainnya.
Kepala sekolah memiliki peranan yang sangat kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia di sekolah. Kepala sekolah dituntut mempunyai kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang memadai agar mampu mengambil inisiatif dan prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah. Manajemen sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan. Hal ini disebabkan karena manajemen sekolah secara langsung akan mempengaruhi dan menentukan efektif tidaknya kurikulum, berbagai peralatan belajar, waktu mengajar dan proses pembelajaran.
Sekolah efektif dalam perspektif manajemen, manajemen sekolah merupakan proses pemanfaatan seluruh sumber daya sekolah yang dilakukan melalui tindakan yang rasional dan sistematik (mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengerahan tindakan dan pengendalian) untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif dan efisien. Darling-Hammond, L (1992) menyatakan dimensi sekolah efektif meliputi : 1) layanan belajar bagi siswa, 2) pengelolaan dan layanan siswa, 3) sarana dan pra sarana sekolah, 4) program dan pembiayaan, 5) partisipasi masyarakat, dan 6) budaya sekolah.
Sekolah yang efektif berada dalam lapangan manajemen sekolah yang ciri/karakteristiknya menurut Edmonds (dalam Syafaruddin, 2002) meliputi (a) Kepala sekolah dan guru-guru memiliki komitmen dan perhatian yang tinggi terhadap perbaikan mutu pengajaran, (b) Guru-guru memiliki harapan yang tinggi untuk mendukung pencapaian prestasi siswa, (c) Iklim sekolah yang tidak kaku, sejuk tanpa tekanan dan kondusif dalam seluruh proses pengajaran, (d) Sekolah mempunyai pemahaman yang luas tentang fokus pengajaran dan mengusahakan keefektifan sekolah dengan mendayagunakan seluruh sumber daya sekolah untuk mencapai tujuan secara maksimal, (e) Sekolah efektif dapat menjamin kemajuan siswa yang dimonitor secara periodik.
Kamis, 09 Desember 2010
Motivasi dan Aspek-aspek Pembelajaran
Oleh : Subagio *)
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Motivasi adalah kekuatan mental yang berupa keinginan, perhatian, kemauan, dan cita-cita yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Ada tiga komponen utama yang sangat berpengaruh dalam motivasi yaitu (i) kebutuhan, (ii) dorongan, (iii) tujuan. Kebutuhan akan terjadi apabila ada ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki dengan apa yang diharapkan. Dorongan merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan atau pencapaian tujuan. Sedangkan tujuan adalah yang ingin dicapai oleh seorang individu dan tujuan tersebut akan mengarahkan perilaku yaitu perilaku belajar.
Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relative permanent dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu.
Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ektrinsiknya adalah adanya penghargaan lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.
Aspek-aspek yang terlibat dalam pembelajaran yang meliputi sikap guru, bahan pelajaran, media pembelajaran dan hasil belajar sangat mempengaruhi minat dan motivasi siswa dalam belajar. Sikap atau tingkah laku guru dijadikan model oleh siswa-siswanya. Para siswa meniru sikap atau tingkah laku guru, yang baik maupun yang buruk. Gaya guru dalam memberi pelajaran juga mempengaruhi suasana kelas dan kegiatan siswa dalam belajar.
Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Beberapa prinsip yang menjadi landasan pengertian tersebut ialah : (1) Pembelajaran sebagai suatu usaha memperoleh perubahan perilaku. Prinsip ini bermakna bahwa prosees pembelajaran itu ialah adanya perubahan perilaku dalam diri individu. (2) Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan.(3) Pembelajaran merupakan suatu proses. Prinsip ini mengandung makna bahwa pembelajaran merupakan suatu aktifitas yang berkesinambungan.(4) Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan ada sustu tujuan yang ingin dicapai. (5) Pembelajaran merupakan suatu pengalaman.
Suatu proses pembelajaran akan berlangsung dengan efektif apabila informasi yang dipelajari dapat diingat dengan baik dan terhindar dari lupa. Mengingat adalah merupakan proses menerima, menyimpan, dan mengeluarkan kembali inforrmasi-informasi yang telah diterima melalui pengamatan, kemudian disimpan dalam pusat kesadaran (otak) setelah diberikan tafsiran.
Yang dimaksud dengan transfer dalam pembelajaran ialah pemindahan hasil pembelajaran dari suatu situasi kee situai lain. Transfer akan terjadi apabila terdapat kesamaan antara pembelajaran yang satu dengan situasi lainnya. Dalam proses pembelajaran kebutuhan merupakan sumber timbulnya motivasi. Kebutuhan (need) dapat diartikan sebagai suatu sitiasi kekurangan dalam diri inividu dan menunutut pemuasan agar dapat berfungsi secara efektif. Kebutuhan merupakan sumber timbulnya motivasi yang mendorong individu untuk berperilaku.
Dengan perilaku belajar yang efektif disertai proses mengajar yang tepat, maka proses belajar-mengajar diharapkan mampu menghasilkan manusia-manusia yang mempunyai karakteristik sebagai: (1) pribadi yang mandiri, (2) pelajar yang efektif, (3) pekerja yang produktif, (4) anggota masyarakat yang baik. Untuk mewujudkan kualitas manusia seperti itu, maka ada empat kulitas belajar yang harus dikembangkan dalam diri pada siswa, yiatu: (1) belajar untuk menjadi (learning to do), (2) belajar untuk belajar (learning to learn), (3) belajar untuk berbuat (learning to do), (4) belajar untuk hidup bersama (learning to live together)
Perilaku mengajar guru, guru dituntut arus mampu mewujudkan perilaku mengajar secara tepat agar menjadi perilku belajar yang efektif dalam diri siwa. Guru juga di tuntut untuk menciptakan situasi belajar-mengajar yang kondusif. Guru tidak terbatas sebagai pengajar dalam arti penyampai pengetahuan, akan tetapi lebih meningkat sebagai perancang pengajaran, manajer pengajaran, pengevaluasi hasil belajar dan sebagai direktur belajar.
Dalam mewujudkan perilaku mengajar secara tepat, karakteristik pengajar yang diharapkan adalah: (1) Memiliki minat yang besar terhadap pelajaran dan mata pelaajaran yang diajarkannya. (2) Memiliki kecakapan untuk memperkirakan kepribadian ddan suasana hati secara tepat serta membuat kontak dengan kelompok secara tepat. (3) Memiliki kesabaran, keakraban, dan sensivitas yang diperlukan untuk menumbuhkan semangat belajar. (4) Memiliki pemikiran yang imajinatif (konseptual) dan praktis dalam usaha memberikan penjelasan kepada pesrta didik. (5) Memiliki kualifikasi yang memadai dalam bidangnya, baik isi maupun metode. (6) Memiliki sikap terbuka, luwes, dan eksperimental dam metode dan teknik.
Guru akan mengajar dengan baik apabila memiliki sikap dasar yang benar, sasaran yang benar, informasi faktual yang diperlukan, memahami macam-macam metoda dan teknik dan mengetahui bagaimana memilihnya, membantu siswa dalam merencanakan tindak lanjut
Perwujudan perilaku guru sebagai pengajar dan siswa sebagai pelajar akan nampak pada interaksi antar keduanya. Dalam interaksi ini terjadi proses saling mempengaruhi sehingga terjadi perubahan perilaku pada diri pelajar dalam bentuk tercapainya hasil belajar. Sekurang-kurangnya ada tiga hal dalam interaksi pelajar-pengajar yaitu proses belajar, metode mengajar, dan pola-pola interaksi. Model pembelajaran yang dipandang cukup komprehensif yang dikembangkan oleh Ernest Chang dan Don Simpson, “The circle of learning: individual and Group Process” menurut model ini, pembelajaran dapat berlangsung tidak hanya tanggung jawab individual, akan tetapi dapat dalam bentuk kolaboratif melalui proses kehidupan kelompok. Model ini mendasarkan atas paradigma hubungan antara aktivitas dan orientasi. Dalam proses berlangsungnya pembelajaran ada dua dimensi yaitu dimensi aktivitas pembelajaran dan dimensi orientasi proses. Hubungan dua dimensi itu menghasilkan empat pola pembelajaran yaitu: (1) traditional lectures atau ceramah tradisional, (2) self study atau belajar mandiri, (3) concurrent learning atau pembelajaran bersama, (4) colaborative learning atau pembelajaran kolaboratif.
*) Penulis adalah Kepala SMPN 2 Cibeureum Kab. Kuningan
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Motivasi adalah kekuatan mental yang berupa keinginan, perhatian, kemauan, dan cita-cita yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Ada tiga komponen utama yang sangat berpengaruh dalam motivasi yaitu (i) kebutuhan, (ii) dorongan, (iii) tujuan. Kebutuhan akan terjadi apabila ada ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki dengan apa yang diharapkan. Dorongan merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan atau pencapaian tujuan. Sedangkan tujuan adalah yang ingin dicapai oleh seorang individu dan tujuan tersebut akan mengarahkan perilaku yaitu perilaku belajar.
Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relative permanent dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu.
Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ektrinsiknya adalah adanya penghargaan lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.
Aspek-aspek yang terlibat dalam pembelajaran yang meliputi sikap guru, bahan pelajaran, media pembelajaran dan hasil belajar sangat mempengaruhi minat dan motivasi siswa dalam belajar. Sikap atau tingkah laku guru dijadikan model oleh siswa-siswanya. Para siswa meniru sikap atau tingkah laku guru, yang baik maupun yang buruk. Gaya guru dalam memberi pelajaran juga mempengaruhi suasana kelas dan kegiatan siswa dalam belajar.
Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Beberapa prinsip yang menjadi landasan pengertian tersebut ialah : (1) Pembelajaran sebagai suatu usaha memperoleh perubahan perilaku. Prinsip ini bermakna bahwa prosees pembelajaran itu ialah adanya perubahan perilaku dalam diri individu. (2) Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan.(3) Pembelajaran merupakan suatu proses. Prinsip ini mengandung makna bahwa pembelajaran merupakan suatu aktifitas yang berkesinambungan.(4) Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan ada sustu tujuan yang ingin dicapai. (5) Pembelajaran merupakan suatu pengalaman.
Suatu proses pembelajaran akan berlangsung dengan efektif apabila informasi yang dipelajari dapat diingat dengan baik dan terhindar dari lupa. Mengingat adalah merupakan proses menerima, menyimpan, dan mengeluarkan kembali inforrmasi-informasi yang telah diterima melalui pengamatan, kemudian disimpan dalam pusat kesadaran (otak) setelah diberikan tafsiran.
Yang dimaksud dengan transfer dalam pembelajaran ialah pemindahan hasil pembelajaran dari suatu situasi kee situai lain. Transfer akan terjadi apabila terdapat kesamaan antara pembelajaran yang satu dengan situasi lainnya. Dalam proses pembelajaran kebutuhan merupakan sumber timbulnya motivasi. Kebutuhan (need) dapat diartikan sebagai suatu sitiasi kekurangan dalam diri inividu dan menunutut pemuasan agar dapat berfungsi secara efektif. Kebutuhan merupakan sumber timbulnya motivasi yang mendorong individu untuk berperilaku.
Dengan perilaku belajar yang efektif disertai proses mengajar yang tepat, maka proses belajar-mengajar diharapkan mampu menghasilkan manusia-manusia yang mempunyai karakteristik sebagai: (1) pribadi yang mandiri, (2) pelajar yang efektif, (3) pekerja yang produktif, (4) anggota masyarakat yang baik. Untuk mewujudkan kualitas manusia seperti itu, maka ada empat kulitas belajar yang harus dikembangkan dalam diri pada siswa, yiatu: (1) belajar untuk menjadi (learning to do), (2) belajar untuk belajar (learning to learn), (3) belajar untuk berbuat (learning to do), (4) belajar untuk hidup bersama (learning to live together)
Perilaku mengajar guru, guru dituntut arus mampu mewujudkan perilaku mengajar secara tepat agar menjadi perilku belajar yang efektif dalam diri siwa. Guru juga di tuntut untuk menciptakan situasi belajar-mengajar yang kondusif. Guru tidak terbatas sebagai pengajar dalam arti penyampai pengetahuan, akan tetapi lebih meningkat sebagai perancang pengajaran, manajer pengajaran, pengevaluasi hasil belajar dan sebagai direktur belajar.
Dalam mewujudkan perilaku mengajar secara tepat, karakteristik pengajar yang diharapkan adalah: (1) Memiliki minat yang besar terhadap pelajaran dan mata pelaajaran yang diajarkannya. (2) Memiliki kecakapan untuk memperkirakan kepribadian ddan suasana hati secara tepat serta membuat kontak dengan kelompok secara tepat. (3) Memiliki kesabaran, keakraban, dan sensivitas yang diperlukan untuk menumbuhkan semangat belajar. (4) Memiliki pemikiran yang imajinatif (konseptual) dan praktis dalam usaha memberikan penjelasan kepada pesrta didik. (5) Memiliki kualifikasi yang memadai dalam bidangnya, baik isi maupun metode. (6) Memiliki sikap terbuka, luwes, dan eksperimental dam metode dan teknik.
Guru akan mengajar dengan baik apabila memiliki sikap dasar yang benar, sasaran yang benar, informasi faktual yang diperlukan, memahami macam-macam metoda dan teknik dan mengetahui bagaimana memilihnya, membantu siswa dalam merencanakan tindak lanjut
Perwujudan perilaku guru sebagai pengajar dan siswa sebagai pelajar akan nampak pada interaksi antar keduanya. Dalam interaksi ini terjadi proses saling mempengaruhi sehingga terjadi perubahan perilaku pada diri pelajar dalam bentuk tercapainya hasil belajar. Sekurang-kurangnya ada tiga hal dalam interaksi pelajar-pengajar yaitu proses belajar, metode mengajar, dan pola-pola interaksi. Model pembelajaran yang dipandang cukup komprehensif yang dikembangkan oleh Ernest Chang dan Don Simpson, “The circle of learning: individual and Group Process” menurut model ini, pembelajaran dapat berlangsung tidak hanya tanggung jawab individual, akan tetapi dapat dalam bentuk kolaboratif melalui proses kehidupan kelompok. Model ini mendasarkan atas paradigma hubungan antara aktivitas dan orientasi. Dalam proses berlangsungnya pembelajaran ada dua dimensi yaitu dimensi aktivitas pembelajaran dan dimensi orientasi proses. Hubungan dua dimensi itu menghasilkan empat pola pembelajaran yaitu: (1) traditional lectures atau ceramah tradisional, (2) self study atau belajar mandiri, (3) concurrent learning atau pembelajaran bersama, (4) colaborative learning atau pembelajaran kolaboratif.
*) Penulis adalah Kepala SMPN 2 Cibeureum Kab. Kuningan
Rabu, 08 Desember 2010
Motivasi di Dalam Kelas
Oleh Subagio *)
Guru memegang peranan yang sangat penting dalam menumbuhkan motivasi di dalam diri siswa. Pemotivasian siswa ini justru merupakan salah satu tugas utama dan seni yang harus dikuasai guru dalam mengajar. Disini pula letaknya perbedaan seorang guru dengan guru lain dalam mengajar. Tidak jarang seorang guru dianggap sebagai guru favorit oleh siswa karena kemampuannya dalam memotivasi siswa. Karenanya, kemampuan guru memotivasi siswa merupakan salah satu kunci suksesnya dalam mengajar.
Motivasi belajar penting bagi siswa dan guru. Bagi siswa pentingnya motivasi belajar adalah sebagai berikut : (1) Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses, dan hasil akhir; (2) Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar, yang dibandingkan dengan teman sebaya; (3) Mengarahkan kegiatan belajar; (4) Membesarkan semangat belajar; (5) Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja.
Motivasi belajar juga penting diketahui oleh seorang guru. Pengetahuan dan pemahaman tentang motivasi belajar pada siswa bermanfaat bagi guru, manfaat itu sebagai berikut : (1) Membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil; membangkitkan bila siswa tak bersemangat; meningkatkan, bila semangat belajarnya timbul tengelam; memelihara, bila semangatnya telah kuat untuk mencapai tujuan belajar (2) Mengetahui dan memahami motivasi belajar siswa di dalam kelas (3) Meningkatkan dan menyadarkan guru untuk memilih satu diantara bermacam-macam peran seperti penasihat, fasilitator, instruktur, teman diskusi, penyemangat, pemberi hadiah, atau pendidik (4) Memberi peluang guru untuk “unjuk kerja” rekayasa pedagogis.
Denga memahami teori-teori tentang motivasi, maka guru dapat mengembangkan delapan jenis motivasi di dalam kelas, yaitu : (1) motivasi tugas, (2) motivasi aspirasi, (3) motivasi persaingan, (4) motivasi afiliasi, (5) motivasi kegagalan, (6) motivasi menghindar, (7) motivasi penguatan; dan (8) motivasi yang diarahkan oleh diri sendiri.
Motivasi tugas adalah motivasi yang ditimbulkan oleh tugas- tugas yang ditetapkan bersama oleh guru, siswa sendiri, maupun yang dirancang oleh guru dan siswa secara bersama-sama. Siswa yang memilki moivasi tugas memperlihatkan keterlibatan dan ketekunan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas tugas belajar. Motivasi tugas hendaklah dibangun di dalam diri siswa dan ini dapat dilakukan oleh guru kalau dia mengetahui caranya.
Motivasi aspirasi yang tinggi tumbuh dengan subur kalau siswa memilki perasaan sukses. Perasaan gagal dapat menghancurkan aspirasi siswa dalam belajar. Oleh karena itu guru jangan menjadikan siswa selalu gagal, walaupun ini bukan bermakna guru harus menjadikan siswa sukses terus menerus. Suatu konsep yang harus ditanam oleh guru kepada siswa agar ia memiliki aspirasi yang tingi adalah bahwa kesuksesan atau kegagalan ditentukan oleh ‘usaha’, bukan kemampuan atau kecerdasan.
Persaingan yang sehat dapat menjadi motivasi yang kuat dalam belajar. Namun memupuk rasa persaingan yang berlebih-lebihan, di kalangan siswa dalam belajar dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat, karena siswa bukan menjadi giat belajar, tetapi dengan berbagai cara berusaha mengalahka siswa lain untuk mendapatkan status. Membangun persaingan dengan diri sendiri pada setiap siswa aka menimbulkan motivasi persaingan yang sehat dan berkesan dalam belajar.
Motivasi afiliasi adalah dorongan untuk melaksanakan kegiatan belajar dengan sebaik-baiknya, karea ingin diterima dan diakui oleh orang lain. Siswa-siswa yang masih kecil berusaha meningkatkan usaha dan prestasi dalam belajar agar dia dapat diterima dan diakui oleh orang dewasa, yaitu guru dan ibu bapaknya. Namun para remaja lebih terdorong belajar untuk mendapatkan penerimaan da pengakuan dari rekan sebaya. Oleh karena itu, guru-guru yang mengajar siswa-siswa yang masih kecil hendaknya memberikan perhatian dan penghargaan yang penuh terhadap peningkatan usaha dan hasil belajar yang ditampilkan oleh siswa. Bagi siswa remaja, guru hendaknya dapat memanfaatkan kelompok untuk meningkatkan usaha dan prestasi belajar.
Kegagalan dapat mendorong usaha dan hasil belajar. Tetapi kegagalan yang berlebihan dapat menurunkan gairah dan hasil belajar. Siswa yang telah memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar jika mengalami kegagalan dapat menurunkan motivasinya itu. Demikian juga dengan siswa-siwa yang memiliki kecerdasan (IQ) rendah kalau mengalami kegagalan menyebabkan usaha dan hasil belajar mereka menjadi bertambah menurun. Tetapi kegagalan sangat bermakna untuk meningkatkan usaha dan hasil belajar siswa yang bermotivasi rendah dan yang memiliki kecerdasan tinggi.
Motivasi mendorong seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Disini motivasi adalah sangat penting. Seseorang yang motivasinya besar akan menampakkan minat, perhatian, konsentrasi penuh, ketekunan tinggi, serta berorientasi pada prestasi tanpa mengenal perasaan bosan, jenuh apalagi menyerah. Sebaliknya siswa yang rendah motivasinya akan terlihat acuh tak acuh, cepat bosan, mudah putus asa dan berusaha menghindar dari kegiatan, misalnya terdapat dua anak yang memiliki kemampuan sama dan memberikan peluang dan kondisi yang sama untuk mencapai prestasi belajar, kinerja dan hasil belajar yang dicapai oleh anak yang termotivasi akan lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak termotivasi. Motivasi akan mendorong siswa untuk lebih meningkatkan prestasi belajar siswa. Belajar tanpa motivasi sulit untuk mencapai keberhasilan secara optimal.
Motivasi penguatan dapat dilihat melalui grafik kemajuan belajar siswa. Guru hendaklah menjauhi pemahaman bahwa pemberian angka sebagai sumber utama untuk menimbulkan motivasi penguatan, karena menitik-beratkan pemberian angka dalam memotivasi siswa dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat dan akan menimbulkan kegagalan di dalam kelas.
Motivasi yang diarahkan oleh diri sendiri sangat bermakna dalam meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Siswa-siswa ini menunjukkan tingkah laku yang mandiri dalam belajar dan mempunyai sistem nilai yang baik yang melatar-belakangi tingkah laku mereka itu. Pembentukan sistem nilai-nilai yang menjadi tanggung jawab guru pada setiap siswa, sehingga siswa-siswa memiliki motivasi yang diarahkan oleh diri sendiri adalah sangat penting. Bagi siswa-siswa yang telah memiliki motivasi yang diarahkan oleh diri sendiri, guru hanya perlu memberikan pelayanan yang sesuai dengan tuntutan aktivitas belajar mereka.
*) Penulis adalah Kepala SMPN 2 Cibeureum
Guru memegang peranan yang sangat penting dalam menumbuhkan motivasi di dalam diri siswa. Pemotivasian siswa ini justru merupakan salah satu tugas utama dan seni yang harus dikuasai guru dalam mengajar. Disini pula letaknya perbedaan seorang guru dengan guru lain dalam mengajar. Tidak jarang seorang guru dianggap sebagai guru favorit oleh siswa karena kemampuannya dalam memotivasi siswa. Karenanya, kemampuan guru memotivasi siswa merupakan salah satu kunci suksesnya dalam mengajar.
Motivasi belajar penting bagi siswa dan guru. Bagi siswa pentingnya motivasi belajar adalah sebagai berikut : (1) Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses, dan hasil akhir; (2) Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar, yang dibandingkan dengan teman sebaya; (3) Mengarahkan kegiatan belajar; (4) Membesarkan semangat belajar; (5) Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja.
Motivasi belajar juga penting diketahui oleh seorang guru. Pengetahuan dan pemahaman tentang motivasi belajar pada siswa bermanfaat bagi guru, manfaat itu sebagai berikut : (1) Membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil; membangkitkan bila siswa tak bersemangat; meningkatkan, bila semangat belajarnya timbul tengelam; memelihara, bila semangatnya telah kuat untuk mencapai tujuan belajar (2) Mengetahui dan memahami motivasi belajar siswa di dalam kelas (3) Meningkatkan dan menyadarkan guru untuk memilih satu diantara bermacam-macam peran seperti penasihat, fasilitator, instruktur, teman diskusi, penyemangat, pemberi hadiah, atau pendidik (4) Memberi peluang guru untuk “unjuk kerja” rekayasa pedagogis.
Denga memahami teori-teori tentang motivasi, maka guru dapat mengembangkan delapan jenis motivasi di dalam kelas, yaitu : (1) motivasi tugas, (2) motivasi aspirasi, (3) motivasi persaingan, (4) motivasi afiliasi, (5) motivasi kegagalan, (6) motivasi menghindar, (7) motivasi penguatan; dan (8) motivasi yang diarahkan oleh diri sendiri.
Motivasi tugas adalah motivasi yang ditimbulkan oleh tugas- tugas yang ditetapkan bersama oleh guru, siswa sendiri, maupun yang dirancang oleh guru dan siswa secara bersama-sama. Siswa yang memilki moivasi tugas memperlihatkan keterlibatan dan ketekunan yang tinggi dalam menyelesaikan tugas tugas belajar. Motivasi tugas hendaklah dibangun di dalam diri siswa dan ini dapat dilakukan oleh guru kalau dia mengetahui caranya.
Motivasi aspirasi yang tinggi tumbuh dengan subur kalau siswa memilki perasaan sukses. Perasaan gagal dapat menghancurkan aspirasi siswa dalam belajar. Oleh karena itu guru jangan menjadikan siswa selalu gagal, walaupun ini bukan bermakna guru harus menjadikan siswa sukses terus menerus. Suatu konsep yang harus ditanam oleh guru kepada siswa agar ia memiliki aspirasi yang tingi adalah bahwa kesuksesan atau kegagalan ditentukan oleh ‘usaha’, bukan kemampuan atau kecerdasan.
Persaingan yang sehat dapat menjadi motivasi yang kuat dalam belajar. Namun memupuk rasa persaingan yang berlebih-lebihan, di kalangan siswa dalam belajar dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat, karena siswa bukan menjadi giat belajar, tetapi dengan berbagai cara berusaha mengalahka siswa lain untuk mendapatkan status. Membangun persaingan dengan diri sendiri pada setiap siswa aka menimbulkan motivasi persaingan yang sehat dan berkesan dalam belajar.
Motivasi afiliasi adalah dorongan untuk melaksanakan kegiatan belajar dengan sebaik-baiknya, karea ingin diterima dan diakui oleh orang lain. Siswa-siswa yang masih kecil berusaha meningkatkan usaha dan prestasi dalam belajar agar dia dapat diterima dan diakui oleh orang dewasa, yaitu guru dan ibu bapaknya. Namun para remaja lebih terdorong belajar untuk mendapatkan penerimaan da pengakuan dari rekan sebaya. Oleh karena itu, guru-guru yang mengajar siswa-siswa yang masih kecil hendaknya memberikan perhatian dan penghargaan yang penuh terhadap peningkatan usaha dan hasil belajar yang ditampilkan oleh siswa. Bagi siswa remaja, guru hendaknya dapat memanfaatkan kelompok untuk meningkatkan usaha dan prestasi belajar.
Kegagalan dapat mendorong usaha dan hasil belajar. Tetapi kegagalan yang berlebihan dapat menurunkan gairah dan hasil belajar. Siswa yang telah memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar jika mengalami kegagalan dapat menurunkan motivasinya itu. Demikian juga dengan siswa-siwa yang memiliki kecerdasan (IQ) rendah kalau mengalami kegagalan menyebabkan usaha dan hasil belajar mereka menjadi bertambah menurun. Tetapi kegagalan sangat bermakna untuk meningkatkan usaha dan hasil belajar siswa yang bermotivasi rendah dan yang memiliki kecerdasan tinggi.
Motivasi mendorong seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Disini motivasi adalah sangat penting. Seseorang yang motivasinya besar akan menampakkan minat, perhatian, konsentrasi penuh, ketekunan tinggi, serta berorientasi pada prestasi tanpa mengenal perasaan bosan, jenuh apalagi menyerah. Sebaliknya siswa yang rendah motivasinya akan terlihat acuh tak acuh, cepat bosan, mudah putus asa dan berusaha menghindar dari kegiatan, misalnya terdapat dua anak yang memiliki kemampuan sama dan memberikan peluang dan kondisi yang sama untuk mencapai prestasi belajar, kinerja dan hasil belajar yang dicapai oleh anak yang termotivasi akan lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak termotivasi. Motivasi akan mendorong siswa untuk lebih meningkatkan prestasi belajar siswa. Belajar tanpa motivasi sulit untuk mencapai keberhasilan secara optimal.
Motivasi penguatan dapat dilihat melalui grafik kemajuan belajar siswa. Guru hendaklah menjauhi pemahaman bahwa pemberian angka sebagai sumber utama untuk menimbulkan motivasi penguatan, karena menitik-beratkan pemberian angka dalam memotivasi siswa dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat dan akan menimbulkan kegagalan di dalam kelas.
Motivasi yang diarahkan oleh diri sendiri sangat bermakna dalam meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Siswa-siswa ini menunjukkan tingkah laku yang mandiri dalam belajar dan mempunyai sistem nilai yang baik yang melatar-belakangi tingkah laku mereka itu. Pembentukan sistem nilai-nilai yang menjadi tanggung jawab guru pada setiap siswa, sehingga siswa-siswa memiliki motivasi yang diarahkan oleh diri sendiri adalah sangat penting. Bagi siswa-siswa yang telah memiliki motivasi yang diarahkan oleh diri sendiri, guru hanya perlu memberikan pelayanan yang sesuai dengan tuntutan aktivitas belajar mereka.
*) Penulis adalah Kepala SMPN 2 Cibeureum
Langganan:
Postingan (Atom)