oleh : Subagio,M.Pd.
(Kepala SMPN 2 Cibeureum)
Tugas guru dalam profesinya bahwa guru sebagai pendidik dan sebagai pengajar. Akan tetapi dari kedua peran tersebut sehingga dapat terjadi karena pembelajaran yang dengan tujuan bahwa guru dapat menciptakan suasana yang dan situasi yang dapat diterima dalam belajar. Guru memainkan multi peran dalam proses pembelajaran yang menyelenggarakan dengan tugas yang amat bervariasi. Jika seorang guru telah berpegang dengan ketentuan dan amat bervariasi sehingga di dapatkan guru dapat mewujudkan suasana yang belajar dan mengajar. (1). Guru sebagai konservator (pemelihara) (2). Guru sebagai tramitor (penerus) (3). Guru sebagai transformator (penerjemah) (4). Guru sebagai perencana (planner) (5). Guru sebagai manajer proses pembelajaran (6). Guru Sebagai Pemandu (direktur). (7). Guru sebagai organisator (penyelenggara) (8). Guru sebagai komunikator (9). Guru sebagai fasilitator (10). Guru sebagai motivator (11). Sebagai penilai (evaluator)
Pemahaman atas tugas dan peran guru dalam penyelenggaraan system pembelajaran seyogianya menjadi kerangka dalam berfikir dalam bahasa tentang penerapan Kode Etik Guru sebagaimana mestinya.Kode Etik Guru Indonesia dalam pelaksanaan tugasnya sesuai dengan AD/ART PGRI 1994
a. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia yang berjiwa pancasila.
b. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional
c. Guru dalam berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan bimbingan dan pembinaan
d. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya untuk menunjang berhasilnya pembelajaran.
e. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat seitarnya untuk membina peran serta dan tanggung jawab terhadap pendidikan.
f. Guru secara pribadi dab bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan profesinya
g. Guru memelihara hubungan sejawat keprofesian, semangat, kekeluargaan dan kesetiakawanan social.
h. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi sebagai sarana perjuangan.
i. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Konsep Kinerja Guru
Akadum (1999:67) mendefinisikan kinerja adalah hasil kerja yang secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sulistiyani dan Rosidah menyatakan kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya (Akadum, 1999:67). Secara definitif Bernandin dan Russell dalam (Akadum, 1999:67) juga mengemukakan kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan, serta waktu. Penilaian kinerja adalah menilai rasio hasil kerja nyata dari standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan setiap karyawan. (Hasibuan, 2005:87). Menurut Andrew F. Sikula dalam Hasibuan (2005), penilaian kinerja adalah evaluasi yang sistematis terhadap pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan dan ditujukan untuk pengembangan.
Dale Yoder mendefinisikan penilaian kinerja sebagai prosedur yang formal dilakukan di dalam organisasi untuk mengevaluasi pegawai dan sumbangan serta kepentingan bagi pegawai (Hasibuan, 2005:25). Sedangkan menurut Siswanto (2003: 231) penilaian kinerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan manajemen atau penyelia. Penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian atau deskripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya setiap akhir tahun.
Berdasarkan pengertian tentang kinerja di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil atau taraf kesuksesan yang dicapai seseorang dalam bidang pekerjaannya menurut kriteria tertentu dan dievaluasi oleh orang-orang tertentu terutama atasan pegawai yang bersangkutan.
Kinerja (performance) merupakan aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas pokok yang dibebankan kepadanya. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab tersebut merupakan pengekspresian seluruh potensi dan kemampuan yang dimiliki seseorang serta menuntut adanya kepemilikan yang penuh dan menyeluruh. Dengan demikian, munculnya kinerja seseorang merupakan akibat dari adanya suatu pekerjaan atau tugas yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan profesi dan job deskcription individu yang bersangkutan. Sebutan guru dapat menunjukkan suatu profesi atau jabatan fungsional dalam bidang pendidikan dan pembelajaran, atau seseorang yang menduduki dan melaksanakan tugas dalam bidang pendidikan dan pembelajaran. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia Pasal 39 ayat 3 dinyatakan bahwa pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan dasar dan menegah disebut guru. Sementara itu, tugas guru sebagaimana disebutkan dalam Pasal 39 ayat 2 adalah merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Hal ini berarti bahwa selain mengajar atau proses pembelajaran, guru juga mempunyai tugas melaksanakan pembimbingan maupun pelatihan pelatihan bahkan perlu melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sekitar.
Untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, maka seorang guru harus mempunyai sejumlah kompetensi atau menguasai sejumlah pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang terkait dengan bidang tugasnya. Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru dapat mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional. Kompetensi pedagogik adalah berkaitan dengan kemampuan mengelola pembelajaran, sedang kompetensi kepribadian adalah kemampuan pribadi yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi sosial berkaitan dengan kemampuan hubungan antar pribadi dan dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan, kompetensi professionaladalah kemampuan dalam penguasaan materi pembelajaran dan bidang keahliannya. Guru yang mempunyai kompetensi profesional akan terlihat dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya di sekolah/ madrasah tempat ia bekerja. Menurut Muhaimin (2001:63), mengemukakan bahwa seorang guru dikatakan telah mempunyai kemampuan profesional jika pada dirinya melekat sikap dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continous improvement, yakni selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model atau cara kerjanya sesuai dengan tuntutan jaman yang dilandasi oleh kesadaran yang tinggi bahwa tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi penerus yang akan hidup pada jamannya dimasa yang akan datang.
Dalam konteks proses pembelajaran di kelas, guru yang mempunyai kemampuan professional berarti yang bersangkutan dapat melaksanakan proses pembelajaran secara efektif. Menurut Davis dan Thomas, bahwa guru yang efektif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Pertama, mempunyai pengetahuan yang terkait dengan iklim belajar di kelas yang mencakup (1) memiliki keterampilan interpersonal khususnya kemampuan untuk menunjukkan empati, penghargaan terhadap peserta didik, dan ketulusan, (2) menjalin hubungan yang baik dengan peserta didik, (3) mampu menerima, mengakui dan memperhatikan peserta didik secara ikhlas, (4) menunjukkan minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar, (5) mampu menciptakan atmosfir untuk tumbuhnya kerjasama dan kohesivitas dalam dan antar kelompok peserta didik, (6) mampu melibatkan peserta didik dalam mengorganisir dan merencanakan kegiatan pembelajaran, (7) mampu mendengarkan peserta didik dan menghargai haknya untuk berbicara dalam setiap diskusi, (8) mampu meminimalkan friksi-friksi di kelas. Kedua, kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen pembelajaran, yang mencakup (1) mempunyai kemampuan untuk menghadapi dan menanggapi peserta didik yang tidak mempunyai perhatian, suka menyela, mengalihkan perhatian, dan mampu memberikan transisi substansi bahan
ajar dalam proses pembelajaran; (2) mampu bertanya atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berpikir yang berbeda untuk semua peserta didik. Ketiga, mempunyai kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik (feed back) dan penguatan (reinforcement), yang terdiri atas (1) mampu memberikan umpan balik yang positif terhadap respon peserta didik; (2) mampu memberikan respon yang bersifat membantu terhadap peserta didik yang lamban dalam belajar; (3) mampu memberikan tindak lanjut terhadap jawaban peserta didik yang kurang memuaskan; (4) mampu memberikan bantuan profesional kepada peserta didik jika diperlukan. Keempat, mempunyai kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri yang mencakup (1) mampu menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif; (2) mampu memperluas dan menambah pengetahuan mengenai metode-metode pembelajaran; (3) mampu memanfaatkan perencanaan guru secara berkelompok untuk menciptakan dan mengembangkan metode pembelajaran yang relevan dalam (Suyanto, 2001:3) .
Kinerja guru adalah kemampuan dan usaha guru untuk melaksanakan tugas pembelajaran sebaik-baiknya dalam perencanaan program pengajaran, pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran. Kinerja guru yang dicapai harus berdasarkan standar kemampuan profesional selama melaksanakan kewajiban sebagai guru di sekolah.
Berkaitan dengan kinerja guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, terdapat Tugas Keprofesionalan Guru menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 pasal 20 (a) Tentang Guru dan Dosen yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran. Kinerja Guru yang baik tentunya tergambar pda penampilan mereka baik dari penampilan kemampuan akademik maupun kemampuan profesi menjadi guru artinya mampu mengelola pengajaran di dalam kelas dan mendidik siswa di luar kelas dengan sebaik-baiknya. Unsur-unsur yang perlu diadakan penilaian dalam proses penilaian kinerja guru menurut Siswanto dalam Lamatenggo (2001:34) adalah sebagai berikut :
1). Kesetiaan. Kesetiaan adalah tekad dan kesanggupan untuk menaati, melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab.
2). Prestasi Kerja. Prestasi kerja adalah kinerja yang dicapai oleh seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya.
3). Tanggung Jawab. Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang tenaga kerja dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu serta berani membuat risiko atas keputusan yang diambilnya. Tanggung jawab dapat merupakan keharusan pada seorang karyawan untuk melakukan secara layak apa yang telah diwajibkan padanya. Menurut Westra dalam Akadum (1999:86) Untuk mengukur adanya tanggung jawab dapat dilihat dari: a). Kesanggupan dalam melaksanakan perintah dan kesanggupan kerja. b). Kemampuan menyelesaikan tugas dengan tepat dan benar. c). Melaksanakan tugas dan perintah yang diberikan sebaik-baiknya.
4). Ketaatan. Ketaatan adalah kesanggupan seseorang untuk menaati segala ketetapan, peraturan yang berlaku dan menaati perintah yang diberikan atasan yang berwenang.
5).Kejujuran. Kejujuran adalah ketulusan hati seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan serta kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya.
6). Kerja Sama. Kerja sama adalah kemampuan tenaga kerja untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya. Kriteria adanya kerjasama dalam organisasi adalah:
a. Kesadaran karyawan bekerja dengan sejawat, atasan maupun bawahan.
b. Adanya kemauan untuk membantu dalam melaksanakan tugas.
c. Adanya kemauan untuk memberi dan menerima kritik dan saran.
d. Tindakan seseorang bila mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugas.
7). Prakarsa. Prakarsa adalah kemampuan seseorang tenaga kerja untuk mengambil keputusan langkah-langkah atau melaksanakan suatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dan bimbingan dari atasan..
8). Kepemimpinan. Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok. Kepemimpinan yang dimaksud adalah kemampuan kepala sekolah dalam membina dan membimbing guru untuk melaksanakan KBM terutama kegiatan merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran mengarah pada tercapainya kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa terkait dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru
Kinerja Guru akan menjadi optimal, bilamana diintegrasikan dengan komponen sekolah baik kepala sekolah, fasilitas kerja, guru, karyawan, maupun anak didik. Menurut Pidarta bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya yaitu :1). Kepemimpinan kepala sekolah,2). Fasilitas kerja, 3). Harapan-harapan, dan 4.) Kepercayaan personalia sekolah. Dengan demikian nampaklah bahwa kepemimpinan kepala sekolah dan fasilitas kerja akan ikut menentukan baik buruknya kinerja guru (Lamatenggo, 2001:35)
Selain itu, tingkat kualitas kinerja guru di sekolah memang banyak faktor yang turut mempengaruhi, baik faktor internal guru yang bersangkutan maupun faktor yang berasal dari guru seperti fasilitas sekolah, peraturan dan kebijakan yang berlaku, kualitas manajerial dan kepemimpinan kepala sekolah, dan kondisi lingkungan lainnya. Tingkat kualitas kinerja guru ini selanjutnya akan turut menentukan kualitas lulusan yang dihasilkan serta pencapaian lulusan yang dihasilkan serta pencapaian keberhasilan sekolah secara keseluruhan (Lamatenggo, 2001:98) .
Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru dalam pendidikan nasional kita memang tidak secerah di negara-negara maju. Baik institusi maupun isinya masih memerlukan perhatian ekstra pemerintah maupun masyarakat. Dalam pendidikan formal, selain ada kemajemukan peserta, institusi yang cukup mapan, dan kepercayaan masyarakat yang kuat, juga merupakan tempat bertemunya bibit-bibit unggul yang sedang tumbuh dan perlu penyemaian yang baik. Pekerjaan penyemaian yang baik itu adalah pekerjaan seorang guru. Jadi guru memiliki peran utama dalam sistem pendidikan nasional khususnya dan kehidupan kita umumnya.
Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diinterpensi. Tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat satuan pelajaran (SP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat SP maka waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya. Akadum (1999:16) menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah yang memiliki mutual korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak terutama pengambil kebijakan; (1) profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya gaji berimplikasi pada kinerjanya; (2) profesionalisme guru masih rendah.
Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada; (2) belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; (3) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan; (4) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.
Akadum (1999:17) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, (2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan, (3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4) masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5) masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara maksimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya. Dengan melihat adanya faktor-fak tor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru.
Senin, 31 Mei 2010
KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH
oleh : Subagio,M.Pd.
(Kepala SMPN 2 Cibeureum)
Menurut Soetopo (1984:1) Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok sedemikian rupa sehingga tercapai tujuan dari kelompok itu yaitu tujuan bersama. Sedangkan menurut Handoko (1995:294) bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai sasaran. Sedangkan menurut Stoner Kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya (Handoko,1995:295). Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi manusia baik perorangan maupun kelompok (Thoha,2004:264).
Dari berbagai pengertian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seorang pemimpian untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk bekerjasama mencapai suatu tujuan kelompok.
Upaya untuk menilai sukses tidaknya pemimpin itu dilakukan antara lain dengan mengamati dan mencatat sifat-sifat dan kualitas atau mutu perilakunya, yang dipakai sebagai kriteria untuk menilai kepemimpinannya. Teori kesifatan atau sifat dikemukakan oleh beberapa ahli. Edwin mengemukakan teori mereka tentang teori kesifatan atau sifat kepemimpinan. Edwin mengemukakan 6 (enam) sifat kepemimpinan yaitu: 1) kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas (supervisory ability) atau pelaksana fungsi-fungsi dasar manajemen. 2) kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian tanggung jawab dan keinginan sukses. 3) kecerdasan, mencakup kebijakan, pemikiran kreatif, dan daya piker. 4) ketegasan, atau kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan dan memecahkan masalah-masalah dengan cakap dan tepat. 5) kepercayaan diri, atau pandangan pada diri sehingga mampu menghadapi masalah. 6) inisiatif, atau kemampuan untuk bertindak tidak tergantung, mengembangkan serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara baru atau inofasi (Handoko,1995:297).
Berbagai teori kesifatan juga dikemukakan oleh Ordway Tead dan George R. Terry dalam Kartono (1992:37). Teori kesifatan menurut Ordway Tead adalah sebagaiberikut: 1) energi jasmaniah dan mental Yaitu mempunyai daya tahan, keuletan, kekuatan baik jasmani maupun mental untuk mengatasi semua permasalahan. 2) kesadaran akan tujuan dan arah, mengetahui arah dan tujuan organisasi, serta yakin akan manfaatnya. 3) antusiasme pekerjaan mempunyai tujuan yang bernilai, menyenangkan, memberikan sukses, dan dapat membangkitkan antusiasme bagi pimpinan maupun bawahan, 4) keramahan dan kecintaan
Dedikasi pemimpin bisa memotivasi bawahan untuk melakukan perbuatan yang menyenangkan semua pihak, sehingga dapat diarahkan untuk mencapai tujuan. 5) integritas. Pemimpin harus bersikap terbuka; merasa utuh bersatu, sejiwa dan seperasaan dengan anak buah sehingga bawahan menjadi lebih percaya dan hormat. 6) Penguasaan teknis. Setiap pemimpin harus menguasai satu atau beberapa kemahiran teknis agar ia mempunyai kewibawaan dan kekuasaan untuk memimpin. 7) ketegasan dalam mengambil keputusan. Pemimpin yang berhasil pasti dapat mengambil keputusan secara cepat, tegas dan tepat sebagai hasil dari kearifan dan pengalamannya. 8) kecerdasan. Orang yang cerdas akan mampu mengatasi masalah dalam waktu yang lebih cepat dan cara yang lebih efektif. 9) keterampilan mengajar Pemimpin yang baik adalah yang mampu menuntun, mendidik, mengarahkan, mendorong, dan menggerakkan anak buahnya untuk berbuat sesuatu. 10) kepercayaan Keberhasilan kepemimpinan didukung oleh kepercayaan anak buahnya, yaitu percaya bahwa pemimpin dengan anggota berjuang untuk mencapai tujuan.
Teori Kesifatan menurut George R. Terry adalah sebagai berikut: 1) kekuatan.
Kekuatan badaniah dan rokhaniah merupakan syarat yang pokok bagi pemimpin sehingga ia mempunyai daya tahan untuk menghadapi berbagai rintangan. 2) Stabilitas emosi. Pemimpin dengan emosi yang stabil akan menunjang pencapaian lingkungan sosial yang rukun, damai, dan harmonis. 3) pengetahuan tentang relasi insane. Pemimpin memiliki pengetahuan tentang sifat, watak, dan perilaku bawahan agar bisa menilai kelebihan/kelemahan bawahan sesuai dengan tugas yang diberikan. 4) kejujuran. Pemimpin yang baik harus mempunyai kejujuran yang tinggi baik kepada diri sendiri maupun kepada bawahan. 5) obyektif. Pemimpin harus obyektif, mencari bukti-bukti yang nyata dan sebab musabab dari suatu kejadian dan memberikan alasan yang rasional atas penolakannya. 6) dorongan pribadi
Keinginan dan kesediaan untuk menjadi pemimpin harus muncul dari dalam hati agar ikhlas memberikan pelayanan dan pengabdian kepada kepentingan umum. 7) keterampilan berkomunikasi. Pemimpin diharapkan mahir menulis dan berbicara, mudah menangkap maksud orang lain, mahir mengintegrasikan berbagai opini serta aliran yang berbeda-beda untuk mencapai kerukunan dan keseimbangan. 8) kemampuan mengajar. Pemimpin diharapkan juga menjadi guru yang baik, yang membawa orang belajar pada sasaran-sasaran tertentu untuk menambah pengetahuan, keterampilan agar bawahannya bisa mandiri, mau memberikan loyalitas dan partisipasinya. 9) Keterampilan social. Dia bersikap ramah, terbuka, mau menghargai pendapat orang lain, sehingga ia bisa memupuk kerjasama yang baik. 10) kecakapan teknis atau kecakapan manajerial (Kartono, 1992:25).
Penguasaan kecakapan teknis agar tercapai efektifitas kerja dan kesejahteraan.
Berdasarkan teori-teori tentang kesifatan atau sifat-sifat pemimpin diatas, dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat kepemimpinan kepala sekolah adalah : 1) kemampuan sebagai pengawas (supervisory ability) 2) kecerdasan. 3) Inisiatif. 4) energi jasmaniah dan mental. 5) kesadaran akan tujuan dan arah. 6) stabilitas emosi. 7) obyektif. 8) ketegasan dalam mengambil keputusan. 9) keterampilan berkomunikasi. 10) keterampilan mengajar. 11) keterampilan social. 12) pengetahuan tentang relasi insan.
Agar proses pengembangan para personalia pendidikan berjalan dengan baik, antara lain dibutuhkan kepemimpinan yang efektif. Ialah suatu kepemimpinan yang menghargai usaha para bawahan, yang memperlakukan mereka sesuai dengan bakat, kemampuan, dan minat masing-masing individu, yang memberi dorongan untuk berkembang dan mengarahkan diri ke arah tercapainya tujuan lembaga pendidikan.
Kepemimpinan yang efektif selalu memanfaatkan kerja sama dengan bawahan untuk mencapai cita-cita organisasi. Dengan cara seperti itu pemimpin akan banyak mendapat bantuan pikiran, semangat, dan tenaga dari bawahan yang akan menimbulkan semangat bersama dan rasa persatuan, sehingga akan memudahkan proses pendelegasian dan pemecahan masalah yang semuanya memajukan perencanaan pendidikan.
(Kepala SMPN 2 Cibeureum)
Menurut Soetopo (1984:1) Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok sedemikian rupa sehingga tercapai tujuan dari kelompok itu yaitu tujuan bersama. Sedangkan menurut Handoko (1995:294) bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai sasaran. Sedangkan menurut Stoner Kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya (Handoko,1995:295). Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi manusia baik perorangan maupun kelompok (Thoha,2004:264).
Dari berbagai pengertian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seorang pemimpian untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk bekerjasama mencapai suatu tujuan kelompok.
Upaya untuk menilai sukses tidaknya pemimpin itu dilakukan antara lain dengan mengamati dan mencatat sifat-sifat dan kualitas atau mutu perilakunya, yang dipakai sebagai kriteria untuk menilai kepemimpinannya. Teori kesifatan atau sifat dikemukakan oleh beberapa ahli. Edwin mengemukakan teori mereka tentang teori kesifatan atau sifat kepemimpinan. Edwin mengemukakan 6 (enam) sifat kepemimpinan yaitu: 1) kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas (supervisory ability) atau pelaksana fungsi-fungsi dasar manajemen. 2) kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian tanggung jawab dan keinginan sukses. 3) kecerdasan, mencakup kebijakan, pemikiran kreatif, dan daya piker. 4) ketegasan, atau kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan dan memecahkan masalah-masalah dengan cakap dan tepat. 5) kepercayaan diri, atau pandangan pada diri sehingga mampu menghadapi masalah. 6) inisiatif, atau kemampuan untuk bertindak tidak tergantung, mengembangkan serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara baru atau inofasi (Handoko,1995:297).
Berbagai teori kesifatan juga dikemukakan oleh Ordway Tead dan George R. Terry dalam Kartono (1992:37). Teori kesifatan menurut Ordway Tead adalah sebagaiberikut: 1) energi jasmaniah dan mental Yaitu mempunyai daya tahan, keuletan, kekuatan baik jasmani maupun mental untuk mengatasi semua permasalahan. 2) kesadaran akan tujuan dan arah, mengetahui arah dan tujuan organisasi, serta yakin akan manfaatnya. 3) antusiasme pekerjaan mempunyai tujuan yang bernilai, menyenangkan, memberikan sukses, dan dapat membangkitkan antusiasme bagi pimpinan maupun bawahan, 4) keramahan dan kecintaan
Dedikasi pemimpin bisa memotivasi bawahan untuk melakukan perbuatan yang menyenangkan semua pihak, sehingga dapat diarahkan untuk mencapai tujuan. 5) integritas. Pemimpin harus bersikap terbuka; merasa utuh bersatu, sejiwa dan seperasaan dengan anak buah sehingga bawahan menjadi lebih percaya dan hormat. 6) Penguasaan teknis. Setiap pemimpin harus menguasai satu atau beberapa kemahiran teknis agar ia mempunyai kewibawaan dan kekuasaan untuk memimpin. 7) ketegasan dalam mengambil keputusan. Pemimpin yang berhasil pasti dapat mengambil keputusan secara cepat, tegas dan tepat sebagai hasil dari kearifan dan pengalamannya. 8) kecerdasan. Orang yang cerdas akan mampu mengatasi masalah dalam waktu yang lebih cepat dan cara yang lebih efektif. 9) keterampilan mengajar Pemimpin yang baik adalah yang mampu menuntun, mendidik, mengarahkan, mendorong, dan menggerakkan anak buahnya untuk berbuat sesuatu. 10) kepercayaan Keberhasilan kepemimpinan didukung oleh kepercayaan anak buahnya, yaitu percaya bahwa pemimpin dengan anggota berjuang untuk mencapai tujuan.
Teori Kesifatan menurut George R. Terry adalah sebagai berikut: 1) kekuatan.
Kekuatan badaniah dan rokhaniah merupakan syarat yang pokok bagi pemimpin sehingga ia mempunyai daya tahan untuk menghadapi berbagai rintangan. 2) Stabilitas emosi. Pemimpin dengan emosi yang stabil akan menunjang pencapaian lingkungan sosial yang rukun, damai, dan harmonis. 3) pengetahuan tentang relasi insane. Pemimpin memiliki pengetahuan tentang sifat, watak, dan perilaku bawahan agar bisa menilai kelebihan/kelemahan bawahan sesuai dengan tugas yang diberikan. 4) kejujuran. Pemimpin yang baik harus mempunyai kejujuran yang tinggi baik kepada diri sendiri maupun kepada bawahan. 5) obyektif. Pemimpin harus obyektif, mencari bukti-bukti yang nyata dan sebab musabab dari suatu kejadian dan memberikan alasan yang rasional atas penolakannya. 6) dorongan pribadi
Keinginan dan kesediaan untuk menjadi pemimpin harus muncul dari dalam hati agar ikhlas memberikan pelayanan dan pengabdian kepada kepentingan umum. 7) keterampilan berkomunikasi. Pemimpin diharapkan mahir menulis dan berbicara, mudah menangkap maksud orang lain, mahir mengintegrasikan berbagai opini serta aliran yang berbeda-beda untuk mencapai kerukunan dan keseimbangan. 8) kemampuan mengajar. Pemimpin diharapkan juga menjadi guru yang baik, yang membawa orang belajar pada sasaran-sasaran tertentu untuk menambah pengetahuan, keterampilan agar bawahannya bisa mandiri, mau memberikan loyalitas dan partisipasinya. 9) Keterampilan social. Dia bersikap ramah, terbuka, mau menghargai pendapat orang lain, sehingga ia bisa memupuk kerjasama yang baik. 10) kecakapan teknis atau kecakapan manajerial (Kartono, 1992:25).
Penguasaan kecakapan teknis agar tercapai efektifitas kerja dan kesejahteraan.
Berdasarkan teori-teori tentang kesifatan atau sifat-sifat pemimpin diatas, dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat kepemimpinan kepala sekolah adalah : 1) kemampuan sebagai pengawas (supervisory ability) 2) kecerdasan. 3) Inisiatif. 4) energi jasmaniah dan mental. 5) kesadaran akan tujuan dan arah. 6) stabilitas emosi. 7) obyektif. 8) ketegasan dalam mengambil keputusan. 9) keterampilan berkomunikasi. 10) keterampilan mengajar. 11) keterampilan social. 12) pengetahuan tentang relasi insan.
Agar proses pengembangan para personalia pendidikan berjalan dengan baik, antara lain dibutuhkan kepemimpinan yang efektif. Ialah suatu kepemimpinan yang menghargai usaha para bawahan, yang memperlakukan mereka sesuai dengan bakat, kemampuan, dan minat masing-masing individu, yang memberi dorongan untuk berkembang dan mengarahkan diri ke arah tercapainya tujuan lembaga pendidikan.
Kepemimpinan yang efektif selalu memanfaatkan kerja sama dengan bawahan untuk mencapai cita-cita organisasi. Dengan cara seperti itu pemimpin akan banyak mendapat bantuan pikiran, semangat, dan tenaga dari bawahan yang akan menimbulkan semangat bersama dan rasa persatuan, sehingga akan memudahkan proses pendelegasian dan pemecahan masalah yang semuanya memajukan perencanaan pendidikan.
KETERAMPILAN MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH
oleh : Subagio,M.Pd.
(Kepala SMPN 2 Cibeureum)
Menurut Burhanudin (1990:530) mengatakan bahwa keterampilan sepadan dengan kata kecakapan, dan kepandaian yang disebut dengan skill. Sedangkan, manajerial merupakan kata sifat yang berhubungan dengan kepemimpinan dan pengelolaan. Dalam banyak kepustakaan, kata manajerial sering disebut sebagai asal kata dari management yang berarti melatih kuda atau secara harfiah diartikan sebagai to handle yang berarti mengurus, menangani, atau mengendalikan. Sedangkan, management merupakan kata benda yang dapat berarti pengelolaan, tata pimpinan atau ketatalaksanaan. Pada prinsipnya pengertian manajemen mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut: (1) ada tujuan yang ingin dicapai; (2) sebagai perpaduan ilmu dan seni; (3) merupakan proses yang sistematis, terkoordinasi, koperatif, dan terintegrasi dalam memanfaatkan unsur-unsurnya; (4) ada dua orang atau lebih yang bekerjasama dalam suatu organisasi; (5) didasarkan pada pembagian kerja, tugas dan tanggung jawab; (6) mencakup beberapa fungsi; (7) merupakan alat untuk mencapai tujuan.
Manajemen merupakan suatu proses pengelolaan sumber daya yang ada mempunyai empat fungsi yaitu perencanaan, peng-organisasian, penggerakan, dan pengawasan. Hal ini sesuai dengan pendapat Terry bahwa bahwa fungsi manajemen mencakup kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan yang dilakukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Tugas dan tanggung jawab kepala sekolah adalah merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi dan mengevaluasi seluruh kegiatan sekolah, yang meliputi bidang proses belajar mengajar, administrasi kantor, administrasi siswa, administrasi pegawai, administrasi perlengkapan, administrasi keuangan, administrasi perpustakaan, dan administrasi hubungan masyarakat. Oleh sebab itu, dalam rangka mencapai tujuan organisasional, kepala sekolah pada dasarnya mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan terhadap seluruh sumber daya yang ada dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah (Soetopo,1984: 14).
Perencanaan (Planning), merupakan keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan. Di dalam perencanaan ini dirumuskan dan ditetapkan seluruh aktivitas lembaga yang menyangkut apa yang harus dikerjakan, mengapa dikerjakan, di mana dikerjakan, kapan akan dikerjakan, siapa yang mengerjakan dan bagaimana hal tersebut dikerjakan. Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan dapat meliputi penetapan tujuan, penegakan strategi, dan pengembangan rencanauntuk mengkoordinasikan kegiatan. Kepala sekolah sebagai top manajemen di lembaga pendidikan Sekolah mempunyai tugas untuk membuat perencanaan, baik dalam bidang program pembelajaran dan kurikulum, kepegawaian, kesiswaan, keuangan maupun perlengkapan.
Pengorganisasian (organizing), menurut Terry bahwa pembagian pekerjaan yang direncanakan untuk diselesaikan oleh anggota kelompok pekerjaan, penentuan hubungan-hubungan pekerjaan di antara mereka dan pemberian lingkungan pekerjaan yang sepatutnya. Pengorganisasian merupakan salah satu fungsi manajemen yang perlu mendapatkan perhatian dari kepala sekolah. Fungsi ini perlu dilakukan untuk mewujudkan struktur organisasi sekolah, uraian tugas tiap bidang, wewenang dan tanggung jawab menjadi lebih jelas, dan penentuan sumber daya manusia dan materil yang diperlukan. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Robbins (2003:5), bahwa kegiatan yang dilakukan dalam pengorganisasian dapat mencakup (1) menetapkan tugas yang harus dikerjakan; (2) siapa yang mengerjakan; (3) bagaimana tugas itu dikelompokkan; (4) siapa melapor ke siapa; (5) di mana keputusan itu harus diambil (Thoha, 2004:15).
Penggerakan (actuating), adalah aktivitas untuk memberikan dorongan, pengarahan, dan pengaruh terhadap semua anggota kelompok agar mau bekerja secara sadar dan suka rela dalam rangka mencapai suatu tujuan yang ditetapkan sesuai dengan perencanaan dan pola organisasi. Masalah penggerakan ini pada dasarnya berkaitan erat dengan unsur manusia sehingga keberhasilannya juga ditentukan oleh kemampuan kepala sekolah dalam berhubungan dengan para guru dan karyawannya. Oleh sebab itu, diperlukan kemampuan kepala sekolah dalam berkomunikasi, daya kreasi serta inisiatif yang tinggi dan mampu mendorong semangat dari para guru/ karyawannya. Untuk dapat menggerakan guru atau anggotanya agar mempunyai semangat dan gairah kerja yang tinggi, maka perlu memperhatikan beberapa prinsip berikut: a). Memperlakukan para pegawai dengan sebaik-baiknya; b). Mendorong pertumbuhan dan pengem-bangan bakat dan kemampuan para pegawai tanpa menekan daya kreasinya; c). Menanamkan semangat para pegawai agar mau terus berusaha meningkatkan bakat dan kemampuannya; d). Menghargai setiap karya yang baik dan sempurna yang dihasilkan para pegawai; e). Menguasahan adanya keadilan dan bersikap bijaksana kepada setiap pegawai tanpa pilih kasih.; f). Memberikan kesempatan yang tepat bagi pengembangan pegawainya, baik kesempatan belajar maupun biaya yang cukup untuk tujuan tersebut; g). Memberikan motivasi untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki para pegawai melalui ide, gagasan dan hasil karyanya.
Pengawasan (controlling), dapat diartikan sebagai salah satu kegiatan untuk mengetahui realisasi perilaku personel dalam organisasi pendidikan dan apakah tingkat pencapaian tujuan pendidikan sesuai dengan yang dikehendaki, kemudian apakah perlu diadakan perbaikan.. Pengawasan dilakukan untuk mengumpulkan data tentang penyelenggaraan kerja sama antara guru, kepala sekolah, konselor, supervisor, dan petugas madrasah lainnya dalam institusi satuan pendidikan.
Pada dasarnya ada tiga langkah yang perlu ditempuh dalam melaksanakan pengawasan, yaitu (1) menetapkan alat ukur atau standar, (2) mengadakan penilaian atau evaluasi, dan (3) mengadakan tindakan perbaikan atau koreksi dan tindak lanjut. Oleh sebab itu, kegiatan pengawasan itu dimaksudkan untuk mencegah penyimpangan dalam pelaksanaan pekerjaan, menilai proses dan hasil kegiatan dan sekaligus melakukan tindakan perbaikan.
Menurut Wahjosumidjo (2002:4) mengemukakan bahwa deskripsi tugas dan tanggung kepala sekolah dapat dilihat dari dua fungsi, yaitu kepala sekolah sebagai administrator dan sebagai supervisor. Kepala sekolah sebagai administrator di sekolah mempunyai tugas dan tanggung jawab atas seluruh proses manajerial yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan terhadap seluruh bidang garapan yang menjadi tanggung jawab sekolah . Bidang garapan manajemen tersebut dapat meliputi bidang personalia, siswa, tata usaha, kurikulum, keuangan, sarana dan prasarana, hubungan sekolah dan masyarakat serta unit penunjang lainnya.
Sedangkan, kepala sekolah sebagai supervisor berkaitan dengan kegiatan–kegiatan pelayanan terhadap peningkatan kemampuan profesionalisme guru dalam rangka mencapai proses pembelajaran yang berkualitas. Untuk dapat melakukan tugas dan tanggung jawab tersebut, kepala sekolah perlu memiliki berbagai kemampuan yang diperlukan. Menurut Katz bahwa kemampuan manajerial itu meliputi technical skill (kemampuan teknik), human skill (kemampuan hubungan kemanusiaan), dan conceptual skill (kemampuan konseptual). Kemampuan teknik adalah kemampuan yang berhubungan erat dengan penggunaan alat-alat, prosedur, metode dan teknik dalam suatu aktivitas manajemen secara benar (working with things). Sedangkan, kemampuan hubungan kemanusiaan merupakan kemampuan untuk menciptakan dan membina hubungan baik, memahami dan mendorong orang lain sehingga mereka bekerja secara suka rela, tiada paksaan dan lebih produktif (working with people). Kemampuan konseptual adalah kemampuan mental untuk mengkoordinasikan, dan memadukan semua kepentingan serta kegiatan organisasi. Dengan kata lain, kemampuan konseptual ini terkait dengan kemampuan untuk membuat konsep (working with ideas) tentang berbagai hal dalam lembaga yang dipimpinnya (Wahjosumidjo (2002:14)
Seiring dengan perubahan paradigma desentralisasi pendidikan dan otonomisasi sekolah/madrasah dengan diberlakukannya suatu model manajemen school based management, maka kepala sekolah sebagai top manajemen di sekolah mempunyai kedudukan yang sangat penting dan strategis. Bahkan menurut hasil studi dari Lipham disebutkan bahwa keberhasilan suatu sekolah (madrasah) sangat ditentukan oleh kemampuan kepala madrasah/sekolah dalam mengelola dan memimpin lembaganya.
Dalam kaitannya dengan pengem-bangan personalia di madrasah, menurut Wiles bahwa ada sejumlah keterampilan yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin pendidikan yaitu keterampilan dalam memimpin, menjalin hubungan kerja dengan sesama, menguasai kelompok, mengelola administrasi personalia, dan keterampilan dalam penilaian. Selain itu, seorang kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya hendaknya mempunyai tiga kecerdasan, yaitu kecerdasan pesonal, kecerdasan profesional, dan kecerdasan manajerial. Kecerdasan personal adalah kemampuan, skil dan keterampilan untuk melakukan hubungan sosial dalam konteks tata hubungan profesional maupun sosial. Sedangkan, kecerdasan professional merupakan kecerdasan yang diperoleh melalui pendidikan yang berupa keahlian tertentu di bidangnya. Adapun kecerdasan manajerial adalah kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan kerja sama dengan mengerjakan sesuatu melalui orang lain, baik kemampuan mencipta, membuat perencanaan, pengorganisasian, komunikasi, memberikan motivasi, maupun melakukan evaluasi (Sahertian,2000:18).
(Kepala SMPN 2 Cibeureum)
Menurut Burhanudin (1990:530) mengatakan bahwa keterampilan sepadan dengan kata kecakapan, dan kepandaian yang disebut dengan skill. Sedangkan, manajerial merupakan kata sifat yang berhubungan dengan kepemimpinan dan pengelolaan. Dalam banyak kepustakaan, kata manajerial sering disebut sebagai asal kata dari management yang berarti melatih kuda atau secara harfiah diartikan sebagai to handle yang berarti mengurus, menangani, atau mengendalikan. Sedangkan, management merupakan kata benda yang dapat berarti pengelolaan, tata pimpinan atau ketatalaksanaan. Pada prinsipnya pengertian manajemen mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut: (1) ada tujuan yang ingin dicapai; (2) sebagai perpaduan ilmu dan seni; (3) merupakan proses yang sistematis, terkoordinasi, koperatif, dan terintegrasi dalam memanfaatkan unsur-unsurnya; (4) ada dua orang atau lebih yang bekerjasama dalam suatu organisasi; (5) didasarkan pada pembagian kerja, tugas dan tanggung jawab; (6) mencakup beberapa fungsi; (7) merupakan alat untuk mencapai tujuan.
Manajemen merupakan suatu proses pengelolaan sumber daya yang ada mempunyai empat fungsi yaitu perencanaan, peng-organisasian, penggerakan, dan pengawasan. Hal ini sesuai dengan pendapat Terry bahwa bahwa fungsi manajemen mencakup kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan yang dilakukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Tugas dan tanggung jawab kepala sekolah adalah merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi dan mengevaluasi seluruh kegiatan sekolah, yang meliputi bidang proses belajar mengajar, administrasi kantor, administrasi siswa, administrasi pegawai, administrasi perlengkapan, administrasi keuangan, administrasi perpustakaan, dan administrasi hubungan masyarakat. Oleh sebab itu, dalam rangka mencapai tujuan organisasional, kepala sekolah pada dasarnya mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan terhadap seluruh sumber daya yang ada dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sekolah (Soetopo,1984: 14).
Perencanaan (Planning), merupakan keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan. Di dalam perencanaan ini dirumuskan dan ditetapkan seluruh aktivitas lembaga yang menyangkut apa yang harus dikerjakan, mengapa dikerjakan, di mana dikerjakan, kapan akan dikerjakan, siapa yang mengerjakan dan bagaimana hal tersebut dikerjakan. Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan dapat meliputi penetapan tujuan, penegakan strategi, dan pengembangan rencanauntuk mengkoordinasikan kegiatan. Kepala sekolah sebagai top manajemen di lembaga pendidikan Sekolah mempunyai tugas untuk membuat perencanaan, baik dalam bidang program pembelajaran dan kurikulum, kepegawaian, kesiswaan, keuangan maupun perlengkapan.
Pengorganisasian (organizing), menurut Terry bahwa pembagian pekerjaan yang direncanakan untuk diselesaikan oleh anggota kelompok pekerjaan, penentuan hubungan-hubungan pekerjaan di antara mereka dan pemberian lingkungan pekerjaan yang sepatutnya. Pengorganisasian merupakan salah satu fungsi manajemen yang perlu mendapatkan perhatian dari kepala sekolah. Fungsi ini perlu dilakukan untuk mewujudkan struktur organisasi sekolah, uraian tugas tiap bidang, wewenang dan tanggung jawab menjadi lebih jelas, dan penentuan sumber daya manusia dan materil yang diperlukan. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Robbins (2003:5), bahwa kegiatan yang dilakukan dalam pengorganisasian dapat mencakup (1) menetapkan tugas yang harus dikerjakan; (2) siapa yang mengerjakan; (3) bagaimana tugas itu dikelompokkan; (4) siapa melapor ke siapa; (5) di mana keputusan itu harus diambil (Thoha, 2004:15).
Penggerakan (actuating), adalah aktivitas untuk memberikan dorongan, pengarahan, dan pengaruh terhadap semua anggota kelompok agar mau bekerja secara sadar dan suka rela dalam rangka mencapai suatu tujuan yang ditetapkan sesuai dengan perencanaan dan pola organisasi. Masalah penggerakan ini pada dasarnya berkaitan erat dengan unsur manusia sehingga keberhasilannya juga ditentukan oleh kemampuan kepala sekolah dalam berhubungan dengan para guru dan karyawannya. Oleh sebab itu, diperlukan kemampuan kepala sekolah dalam berkomunikasi, daya kreasi serta inisiatif yang tinggi dan mampu mendorong semangat dari para guru/ karyawannya. Untuk dapat menggerakan guru atau anggotanya agar mempunyai semangat dan gairah kerja yang tinggi, maka perlu memperhatikan beberapa prinsip berikut: a). Memperlakukan para pegawai dengan sebaik-baiknya; b). Mendorong pertumbuhan dan pengem-bangan bakat dan kemampuan para pegawai tanpa menekan daya kreasinya; c). Menanamkan semangat para pegawai agar mau terus berusaha meningkatkan bakat dan kemampuannya; d). Menghargai setiap karya yang baik dan sempurna yang dihasilkan para pegawai; e). Menguasahan adanya keadilan dan bersikap bijaksana kepada setiap pegawai tanpa pilih kasih.; f). Memberikan kesempatan yang tepat bagi pengembangan pegawainya, baik kesempatan belajar maupun biaya yang cukup untuk tujuan tersebut; g). Memberikan motivasi untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki para pegawai melalui ide, gagasan dan hasil karyanya.
Pengawasan (controlling), dapat diartikan sebagai salah satu kegiatan untuk mengetahui realisasi perilaku personel dalam organisasi pendidikan dan apakah tingkat pencapaian tujuan pendidikan sesuai dengan yang dikehendaki, kemudian apakah perlu diadakan perbaikan.. Pengawasan dilakukan untuk mengumpulkan data tentang penyelenggaraan kerja sama antara guru, kepala sekolah, konselor, supervisor, dan petugas madrasah lainnya dalam institusi satuan pendidikan.
Pada dasarnya ada tiga langkah yang perlu ditempuh dalam melaksanakan pengawasan, yaitu (1) menetapkan alat ukur atau standar, (2) mengadakan penilaian atau evaluasi, dan (3) mengadakan tindakan perbaikan atau koreksi dan tindak lanjut. Oleh sebab itu, kegiatan pengawasan itu dimaksudkan untuk mencegah penyimpangan dalam pelaksanaan pekerjaan, menilai proses dan hasil kegiatan dan sekaligus melakukan tindakan perbaikan.
Menurut Wahjosumidjo (2002:4) mengemukakan bahwa deskripsi tugas dan tanggung kepala sekolah dapat dilihat dari dua fungsi, yaitu kepala sekolah sebagai administrator dan sebagai supervisor. Kepala sekolah sebagai administrator di sekolah mempunyai tugas dan tanggung jawab atas seluruh proses manajerial yang mencakup perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan terhadap seluruh bidang garapan yang menjadi tanggung jawab sekolah . Bidang garapan manajemen tersebut dapat meliputi bidang personalia, siswa, tata usaha, kurikulum, keuangan, sarana dan prasarana, hubungan sekolah dan masyarakat serta unit penunjang lainnya.
Sedangkan, kepala sekolah sebagai supervisor berkaitan dengan kegiatan–kegiatan pelayanan terhadap peningkatan kemampuan profesionalisme guru dalam rangka mencapai proses pembelajaran yang berkualitas. Untuk dapat melakukan tugas dan tanggung jawab tersebut, kepala sekolah perlu memiliki berbagai kemampuan yang diperlukan. Menurut Katz bahwa kemampuan manajerial itu meliputi technical skill (kemampuan teknik), human skill (kemampuan hubungan kemanusiaan), dan conceptual skill (kemampuan konseptual). Kemampuan teknik adalah kemampuan yang berhubungan erat dengan penggunaan alat-alat, prosedur, metode dan teknik dalam suatu aktivitas manajemen secara benar (working with things). Sedangkan, kemampuan hubungan kemanusiaan merupakan kemampuan untuk menciptakan dan membina hubungan baik, memahami dan mendorong orang lain sehingga mereka bekerja secara suka rela, tiada paksaan dan lebih produktif (working with people). Kemampuan konseptual adalah kemampuan mental untuk mengkoordinasikan, dan memadukan semua kepentingan serta kegiatan organisasi. Dengan kata lain, kemampuan konseptual ini terkait dengan kemampuan untuk membuat konsep (working with ideas) tentang berbagai hal dalam lembaga yang dipimpinnya (Wahjosumidjo (2002:14)
Seiring dengan perubahan paradigma desentralisasi pendidikan dan otonomisasi sekolah/madrasah dengan diberlakukannya suatu model manajemen school based management, maka kepala sekolah sebagai top manajemen di sekolah mempunyai kedudukan yang sangat penting dan strategis. Bahkan menurut hasil studi dari Lipham disebutkan bahwa keberhasilan suatu sekolah (madrasah) sangat ditentukan oleh kemampuan kepala madrasah/sekolah dalam mengelola dan memimpin lembaganya.
Dalam kaitannya dengan pengem-bangan personalia di madrasah, menurut Wiles bahwa ada sejumlah keterampilan yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin pendidikan yaitu keterampilan dalam memimpin, menjalin hubungan kerja dengan sesama, menguasai kelompok, mengelola administrasi personalia, dan keterampilan dalam penilaian. Selain itu, seorang kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya hendaknya mempunyai tiga kecerdasan, yaitu kecerdasan pesonal, kecerdasan profesional, dan kecerdasan manajerial. Kecerdasan personal adalah kemampuan, skil dan keterampilan untuk melakukan hubungan sosial dalam konteks tata hubungan profesional maupun sosial. Sedangkan, kecerdasan professional merupakan kecerdasan yang diperoleh melalui pendidikan yang berupa keahlian tertentu di bidangnya. Adapun kecerdasan manajerial adalah kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan kerja sama dengan mengerjakan sesuatu melalui orang lain, baik kemampuan mencipta, membuat perencanaan, pengorganisasian, komunikasi, memberikan motivasi, maupun melakukan evaluasi (Sahertian,2000:18).
Langganan:
Postingan (Atom)