Oleh : Subagio,M.Pd.
(Kepala SMPN 2 Cibeureum)
Banyak ahli yang mengemukakan tentang mutu seperti oleh Edward Sallis (2006:33), mutu adalah sebuah filosofis dan metodologis yang membantu institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang berlebihan. Sudarwan Danim (2007:53) mutu mengandung makna derajat keunggulan suatu produk atau hasil kerja baik berupa barang dan jasa, sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:677) menyatakan mutu adalah (ukuran), baik buruk suatu benda; kadar; taraf; atau derajat (kepandaian, kecerdasan dsb ); kualitas. Selanjutnya lalu Sumayang (2003:322) menyatakan quality (mutu) adalah tingkat dimana rancangan spesifikasi sebuah produk barang dan jasa sesuai dengan fungsi dan penggunaannya , disamping itu quality adalah tingkat dimana sebuah produk barang dan jasa sesuai dengan spesifikasinya.
Berdasar pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa mutu (quality) adalah sebuah filosofis dan metodologis tentang (ukuran) dan tingkat baik buruk suatu benda, yang membantu institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda rancangan spesifikasi sebuah produk barang dan jasa sesuai dengan fungsi dan penggunaannya agenda dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang berlebihan. Dalam pandangan Zamroni ( 2007:2) dikatakan bahwa peningkatan mutu sekolah adalah suatu proses yang sistematis yang terus menerus meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan faktor-faktor yang berkaitan dengan itu, dengan tujuan agar menjadi target sekolah dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien.
Peningkatan mutu berkaitan dengan target yang harus dicapai, proses untuk mencapai dan faktor-faktor yang terkait, dalam peningkatan mutu ada dua aspek yang perlu mendapat perhatian yakni aspek kualitas hasil dan aspek proses mencapai hasil tersebut. teori Manajemen mutu terpadu Total quality Management (TQM) pertama kali dikemukakan oleh Nancy Warren, seorang behavioral scientist di United States Navy ( Walton dalam Binds, et, al, 1994), istilah ini mengandung makna; every proces, every job dan every person (Lewis & Smith,1994).Pengertian TQM dapat dibedakan menjadi dua aspek ( Goetsch & Davis, 1994), aspek pertama menguraikan apa TQM. TQM didefinisikan sebagai sebuah pendekatan dalam menjalankan usaha yang berupaya memaksimumkan daya saing melalui penyempurnaan secara utuh. Aspek kedua menyangkut cara mencapainya dan berkaitan dengan 10 karekteristik TQM yang terdiri atas (1) fokus pada pelanggan (internal & eksternal), (2) berorientasi pada kualitas, (3) menggunakan pendekatan ilmiah, (4) memiliki komitmen jangka panjang, (5) kerja sama tim, (6) menyempurnakan kualitas secara berkesinambungan, (7) pendidikan dan pelatihan, (8) menerapkan kebebasan yang terkendali, (9) mimiliki kesatuan tujuan, (10) melibatkan dan memberdayakan karyawan, (Ety Rochaety dkk,2005:97). Dalam pendidikan filosofi TQM berarti bahwa untuk memenuhi kebutuhan pelanggan maka budaya kerja yang mantap harus terbina dan berkembang dengan baik dengan diri seluruh karyawan yang terlibat dalam pendidikan motivasi, sikap, kemauan dan dedikasi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan adalah bagian terpenting dari budaya kerja itu (Permadi,1998:9).
KOnsep TQM dalam pendidikan memandang bahwa lembaga pendidikan merupakan industri jasa dan bukan sebagai proses produksi, TQM dalam hal ini tidak membicarakan permasalahan masukan (peserta didik) dan keluaran (lulusan), tetapi mengenai pelanggan tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa TQM memandang produk usaha pendidikan sebagai jasa dalam bentuk pelayanan yang diberikan oleh pengelola pendidikan beserta seluruh karyawan kepada para pelanggan sesuai dengan standar mutu tertentu. Dengan demikian pendidikan yang bermutu tidak dapat hanya dilihat dari kualitas lulusannya, tetapi juga mencakup bagaimana lembaga pendidikan mampu memenuhi kebutuhan pelanggan sesuai dengan standar mutu yang berlaku, pelanggan dalam hal ini adalah pelanggan internal (tenaga kependidikan) serta pelanggan eksternal (peserta didik, orang tua, masyarakat dan pemakai lulusan) Edward sallis (2006:73) menyatakan bahwa Total quality Management (TQM), pendidikan adalah sebuah filosofis tentang perbaikan secara terus menerus yang dapat memberikan seperangkat alat praktis hepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan para pelanggan saat ini dan untuk masa yang akan datang. Di sisi lain Zamroni memandang bahwa peningkatan mutu gengan TQM, dimana sekolah menekankan pada peran kultur sekolah dalam kerangka model The Total Quality Management (TQM), teori ini menjelaskan bahwa mutu sekolah mencakup tiga kemampuan: akdemik, sosial dan moral (Zamroni,2007:6).
Menurut teori ini, mutu sekolah ditentukan oleh tiga variabel, yakni; kultur sekolah merupakan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, upacara-upacara, slogan-slogan dan berbagai perilaku yang telah lama terbentuk di sekolah dan diteruskan dari satu angkatan ke angkatan berikutnya baik secara sadar maupun tidak sadar. Kultur ini diyakini mempengaruhi perilaku seluruh komponen sekolah, yaitu; guru, kepala sekolah, staf administrasi, siswa juga orang tua siswa, kultur yang kondusif bagi peningkatan mutu bisa mendorong perilaku warga sekolah ke arah peningkatan mutu sekolah, sebaliknya kultur yang tidak kondusif bisa menghambat upaya menuju peningkatan warga sekolah itu. Untuk meningkatkan mutu sekolah seperti yang disarankan oleh Sudarwan Danim (2007:58), yaitu dengan melibatkan 5 faktor yang dominan (1) Kepemimpinan kepala Sekolah, kepala Sekolah harus memiliki dan memahami visi kerja secara jelas, mampu dan mau bekerja keras, mempunyai dorongan kerja yang tinggi, tekun dan tabah dalam bekerja, memberikan layanan yang optimal dan punya disiplin kerja yang kuat, (2) Siswa; pendekatan yang harus dilakukan adalah "anak sebagai pusat" sehingga kompetensi dan kemampuan siswa dapat digali, sehingga sekolah dapat menginvertarisir kekuatan yang ada pada siswa, (3) Guru; perlibatan guru secara maksimal, dengan meningkatkan kompetensi dan profesi kerja guru dalam kegiatan seminar, MGMP, lokakarya, pelatuhan, adapun hasil dari kegiatan tersebut diterapkan di sekolah, (4) Kurikulum; adanya kurikulum yang ajeg/ tetap tetapi dinamis, dapat memungkinkan dan memudahkan standar mutu yang diharapkan sehingga goals (tujuan) dapat dicapai secara maksimal, (5) Jaringan Kerja Sama; jaringan kerja sama tidak hanya terbatas pada lingkungan sekolah dan masyarakat semata (orang tua dan masyarakat), tetapi dengan organisasi lain, seperti perusahaan/ instansi sehingga out put dari sekolah dapat terserap di dalam dunia kerja.
Berdasarkan pendapat di atas, perubahan paradigma harus dilakukan secara bersama-sama antara pimpinan dan karyawan, sehingga mereka mempunyai langkah dan strategi yang sama yaitu menciptakan mutu di lingkungan kerja khususnya di lingkugan kerja pendidikan, pimpinan dan karyawan harus menjadi tim yang utuh (team work) yang saling membutuhkan dan saling mengisi kekurangan yang ada sehingga target (goals) bisa tercipta dengan baik. Kepemimpinan Kepala Sekolah dan kreatifitas guru yang profesional, inovatif, kreatif merupakan salah satu tolok ukur dalam peningkatan mutu pembelajaran di sekolah, karena kedua elemen ini merupakan figur yang bersentuhan langsung dengan proses pembelajaran, kedua elemen ini merupakan figur sentral yang dapat memberikan kepercayaan kepada masyarakat (orang tua siswa), kepuasan masyarakat bisa terlihat dari output dan out come yang dilakukan pada setiap periode. Jika pelayanan yang baik itu terwujud kepada masyarakat maka mereka secara sadar dan secara otomatis akan membantu segala kebutuhan yang diinginkan pihak sekolah, sehingga dengan demikian maka tidak sulit bagi pihak sekolah untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar